Laporan Praktikum Kimia Analisis Instrument Texture Analyzer
PENDAHULUAN
A. Judul Percobaan
Tekstur Analyzer
B. Tujuan Percobaan
1. Mengetahi prinsip kerja texture analyzer.
2. Memahami cara pengukuran tekstur
3. Menentukan hardness suatu sampel.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut
No
Nama Sampel
Hardness
1
Tahu kuning curah
185,50 g
2
Tahu asin
513,50 g
3
Tahu eco
108,00 g
4
Tahu curah
367,00 g
5
Tahu magel
979,50 g
No
Nama Sampel
Hardness
1
Hatori cream crackers
2301,50 g
2
Malkist sayur
1704,00 g
3
Saltcheese crackers
1937,00 g
4
Malkist Roma crackers
1825,50 g
5
Nissin Vege crackers
2022,50 g
B. Pembahasan
Tekstur adalah salah satu sifat bahan atau produk yang dapat dirasakan melaluisentuhan kulit ataupun pencicipan. Beberapa sifat tekstur dapat juga diperkirakandengan menggunakan sebelah mata berkedip seperti kehalusan atau kekerasandari permukaan bahan atau kekentalan cairan. Sedangkan dengan suara atau bunyidapat diperkirakan tekstur dari kerupuk (crisp food) ( De mann, 1999)
Menurut De Man (1999), dalam menelaah tekstur makanan, telaah ditujukan kepada dua bidang yang saling ketergantungan yaitu sifat aliran dan deformasi serta makro dan mikrostruktur. Menelaah tekstur makanan itu penting karena tiga alasan , yakni :
1. Untuk menilai daya tahan produk terhadap kerja mekanis, seperti proses memanen buah dan sayuran.
2. Untuk menentukan sifat alir dari produk selama pemrosesan, penanganan, dan penyimpanan.
3. Untuk menetapkan perilaku mekanis dari makanan bila dikonsumsi.
Menurut De Man (2013), tekstur makanan dapat ditentukan melalui tes mekanik (instrumen) atau dengan analisis penginderaan (Organoleptik) yang menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis . Selain itu, dapat juga digunakan metode TPA berbasis kompresi atau tekanan pada sampel beserta alat texture analyzer yang digunakan untuk menilai tekstur secara objektif dengan probe berbentuk silindris dengan diameter sekitar 3,5mm ( Kim, 2014). Metode yang lebih akurat untuk menelaah tekstur adalah metode TPA yang berbasis kompresi karena dapat menilai secara objektif dengan menggunakan probe dan penggunaanya lebih sederhana (Purbowatiningrum, R., Sarjono, dkk., 2009).
Menurut De Man (1999), Batasan-batasan dan istilah yang digunakan dalam penelaahan tekstur adalah :
1. Kekerasan
Ketahanan sampel terhadap deformasi
2. Kekohesifan
Kekuatan ikatan-ikatan dalam pembentukan suatu produk.
3. Viskositas
Laju aliran per satuan gaya.
4. Elastisitas
Laju bahan yang dideformasi kembali ke wujud awal setelah gaya pendeformasi ditiadakan.
5. Keadhesifan
Usaha yang diperlukan dalam gaya tarik-menarik antara permukaan bahan makanan dan permukaan bahan lain yang bersentuhan dengan makanan. Contohnya : Lidah, gigi, dll.
6. Kerapuhan
Gaya yang menyebabkan gaya patah.
Menurut Purnomo, H. (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur makanan yaitu :
1. Kadar air, semakin tinggi kadar air, maka sampel akan lebih lunak. Jika kadar air lebih rendah, maka sampel akan keras.
2. Gula reduksi, semakin tingi gula reduksi pada sampel, maka sampel akan lebih keras.
3. Gas atau udara pada lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kerapuhan sampel.
4. Jenis bahan baku
Menurut Ihekoronye dan Ngoddy (1985), Tekstur Analyzer adalah alat yang terkait dengan penilaian dari karakteristik mekanis suatu materi, di mana alat tersebut diperlakukan untuk menentukan kekuatan materi dalam bentuk kurva. Tekstur analizer digunakan untuk menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan. Prinsip LFRA tekstur analyzer adalah pengukuran suatu profil tekstur dengan cara merekam gaya regangan dari gerakan bolak-balik suatu benda yang mendeformasi sampel (Enquiry, 2014).
Alat yang digunakan dalam percobaan adalah LFRA Tekstur Analyzer merk Brookfield. Proses pengukuran tekstur melibatkan Texture Analyzer, komputer (program Texture ProLite), dan printer. LFRA tekstur analyzer merupakan alat yang berfungsi untuk mengevaluasi sifat tekstur, secara mekanik dan fisik dari produk jadi atau bahan baku dan sering digunakan dalam industri makanan (Enquiry, 2014). Tekstur analizer digunakan untuk menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan (Smewing, 1999).
Komponen yang terdapat pada Instrumen LFRA tekstur analyzer dan fungsinya yaitu :
1. Display
Berfungsi untuk menampilkan proses dari alat LFRA tekstur analyzer
2. Probe Adaptor
Tempat untuk meletakkan probe
3. Meja objek atau meja benda
Berfungsi untuk meletakan sampel atau objek yang akan diukur teksturnya.
4. Scroll
Berfungsi untuk menaikkan serta menurunkan sampel atau objek yang diletakkan diatas meja benda atau meja objek.
5. Tempat probe
Berfungsi untuk meletakkan probe yang spesifik sesuai dengan probe untuk sampel
6. Start
Tombol yang digunakan untuk memulai pengoperasian
7. Reset Stop
Tombol yang digunakan untuk menghentikan tes berlangsung kembali ke posisi awal
8. Emergency Stop
Tombol untuk menghentikan operasi dalam keadaan darurat.
Dalam percobaan ini, sampel dengan ketebalan lebih minim dideformasi lebih dahulu sebelum sampel yang lebih tebal. Karena, dalam program digunakan setengah dari ketebalan sebenarnya sehingga jika sampel yang lebih tebal dideformasi lebih dahulu makan pendeformasian terhadap sampel dengan ketebalan minim menjadi tidak efektif. Misalnya, sampel dengan ketebalan 2cm diambil setengahnya yaitu 1cm untuk pendeformasian maka ketika sampel dengan ketebalan 1cm dideformasi sampel tersebut akan hancur karena probe menkan terlalu dalam hingga ke dasar.
Menurut Johnson dan Szczesniak (2014) probe merupakan komponen yang berfungsi untuk memberikan gaya deformasi pada sampel yang akan diukur teksturnya . Probe yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah TA 43 untuk 5 sampel tahu dan TA 18 digunakan bagi biskuit atau yang teksturnya keras untuk 5 sampel crackers. Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis (Rohimah, 2014).
1. Alat Tekstur Analizer dan komputer dinyalakan.
Pertama, alat dinyalakan dengan cara menekan tombol on yang ada di bagian belakang alat setelah itu komputer juga dinyalakan.
2. Probe dipasang pada tempat probe sesuai sampel yang akan diukur.
3. Jarak antara meja objek dan probe diatur.
Jarak diatur agar probe tidak sampai mengenai objek. Sampel yang akan diukur diletakkan di meja objek, lalu diatur jaraknya dengan letak probe kira-kira ±0,5cm dari sampel. Setelah itu sampel diambil kembali, dan pada saat percobaan untuk mempercepat waktu maka pada meja objek ditambahkan pengganjal agar posisi sampel lebih tinggi.
4. Program Texture ProLite dibuka.
5. Diklik pada bagian define new test.
6. Diisi bagian trigger point, test speed, target value, dan probe type.
Trigger point adalah besarnya gaya yang digunakan beban probe untuk menyentuh sampel, dan pada program diisi sebesar 20 g. Test speed adalah kecepatan probe menyentuh sampel (semakin cepat maka semakin rendah tingkat akurasinya), pada program diisi sebesar 0,5 mm/s. Target value adalah kedalaman probe menyentuh sampel sekitar setengah dari tebal sampel, dan diisi sesuai dengan ½ ketebalan sampel setelah dihitung dengan penggaris. Probe type diisi sesuai dengan tipe probe yang digunakan.
7. Ketebalan sampel diukur menggunakan penggaris.
8. Diisi bagian target test.
Target test digunakan untuk menentukan tes yang dilakukan pada sampel. Bila bendanya keras, maka dipilih compression sedangkan bila bendanya kenyal dipilih TPA. Misalnya, pada uji pertama menggunakan crackers maka checklist di bagian compression.
9. Texture Results diisi sesuai parameter sampel.
Bagian primary calculation diklik semuanya kecuali area cycle 1 dan 2 (untuk pengukuran sampel crackers dan buah, namun jika sampelnya tahu maka area cycle 1 dan 2 juga diklik) lalu menu secondary calculation diklik pada bagian work done to hardness 1. Setelah itu, pada additional calculaltions diklik di bagian sample length.
10. Diisi bagian General Results.
Semua bagian standard results dalam tab general results diklik kecuali special results.
11. Probe dibiarkan berkalibrasi terlebih dahulu.
12. Sampel kembali diletakkan di meja objek.
13. Tombol Run Test diklik untuk menjalankan pengukuran tekstur.
14. Hasil kurva dicetak dengan printer.
Setelah alat berhenti bekerja, maka akan didapatkan kurva profil tekstur. Sebelum dapat melihat kurvanya, terlebih dahulu file di save di folder, kemudian tekan tombol view load/time chart untuk melihat keseluruhan hasil pengukuran beserta kurvanya.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini terbagi menjadi 2 yaitu tahu dan crackers yang masing-masing terdiri dari 5 sampel. Sampel tahu diambil dari tahu kuning curah, tahu curah, tahu eco, tahu asin dan tahu magel. Sedangkan, pada sampel crackers diambil dari Hatori cream crackers, Malkist sayur, Saltcheese crackers, Malkist Roma crackers, Nissin Vege crackers. Sampel tahu bersifat lebih lembek banyak karena kadar air yang dimiliki cukup tinggi dibandingkan crackers yang keras karena kurangnya kadar air. Crackers juga memiliki tingkat kerapuhan lebih tinggi karena gas atau udara yang berada di crackers (Szczesniak dkk, 1963).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran tekstur sendiri adalah kadar air yaitu semakin tinggi kadar air, maka sampel akan lebih lunak. Jika kadar air lebih rendah, maka sampel akan keras. Gula pereduksi yaitu semakin tinggi gula reduksi pada sampel, maka sampel akan lebih keras. Gas atau udara pada lingkungan sekitar yang mampu untuk mempengaruhi kerapuhan sampel seperti pada crackers (Szczesniak dkk, 1963).
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Selama proses pengolahan biskuit menggunakan 100% tepung terigu. Jika menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%) akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata. Crackers menggunakan tepung terigu berprotein rendah sehingga teksturnya lebih rapuh dan kering, sedangkan biskuit mempunyai tekstur yang lebih keras (Rohimah, 2014).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hardness sampel tahu yakni Tahu kuning curah sebesar 185.50 g, tahu eco sebesar 513.50 g, tahu asin sebesar 108 g, tahu curah sebesar 367 g, dan tahu magel sebesar 979.50 g. Sedangkan pada sampel crackers, diperoleh data hardness yakni Hatori cream crackers sebesar 2301.50 g, Malkist sayur sebesar 1704 g, Saltcheese crackers sebesar 1937 g, Malkist Roma crackers sebesar 1825.50 g, dan Nissin Vege crackers sebesar 2022.50 g.
Dapat dilihat bahwa nilai hardness paling tinggi terdapat pada Hatori cream crackers. Bila diurutkan dari nilai hardness tertinggi, maka makanan yang mempunyai tekstur paling keras pada sampel crackers adalah Hatori cream crackers dan yang yang paling rapuh adalah Malkist sayur. Sedangkan pada sampel tahu, nilai hardness tertinggi dimiliki oleh Tahu magel dan yang paling lembek adalah tahu asin. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu kadar air dan gas disekitar serta bahan baku sampel.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, menurut Purnomo (1995) kadar air dan gas yang ada disekitar sampel serta bahan baku pembuat sampel merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hardness suatu sampel. Jika kadar air tinggi maka sampel lunak, demikian pula sebaliknya. Jika gas yang berada disekita sampel bervolume tinggi, maka akan meningkatkan tingkat kerapuhan sampel. Berdasarkan hal ini, dapat
disimpulkan bahwa kadar air pada tahu magel lebih rendah daripada sampel tahu yang lain terutama tahu asin dan kondisi gas disekeliling Malkist sayur lebih banyak sehingga tingkat kerapuhannya lebih tinggi. Bila dibandingkan dengan Hatori cream crackers, adonan Hatori cream crackers memiliki viskositas yang lebih tinggi sehingga tingkat kerapuhannya rendah (Singgih dan Harijono, 2015).
Mulanya diciptakan texture analyzer untuk membuat simulasi persepsi yang dirasakan oleh gerakan mulut kita, namun saat ini penggunaan texture analyzer tidak hanya terbatas pada bidang food industry saja (Zainuddin, 2012). Texture Analyzer menjadi alat yang dapat digunakan untuk mengukur tekstur makanan. Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan kepada sampel dengan menggunakan probe dengan berbagai tipe. Terdapat dua metode dalam mengukur tekstur dari suatu sampel, yaitu dengan mengukur besarnya gaya yang diperlukan untuk menghasilkan deformasi secara konstan dan dengan mengukur deformasi yang disebabkan oleh besar gaya yang konstan (Szczesniak dan Kleyn, 1963).
Hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan analisis dengan texture analyzer adalah pemilihan trigger dan probe yang tepat. Trigger dan probe yang digunakan untuk menguji material harus disesuaikan dengan karakteristik material tersebut. Kurva hasil pembacaan texture analyzer tersebut akan merepresentasikan data-data yang diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia produk akhir, sehingga kualitas tekstural produk dapat diketahui. Kurva hasil pembacaan texture analyzer dapat dilihat pada Gambar 1 dan data-data yang dapat dibaca dari kurva tersebut antara lain:
1. Hardness (tingkat kekerasan): ditunjukan oleh puncak tertinggi pada kurva.
2. Crispiness (tingkat kerenyahan): merupakan hasil bagi antara nilai tingkat kekerasan dan nilai rata-rata dari semua titik (H1 / HAV).
3. Quantity and number of fractures (karakteristik saat dipatahkan atau tingkat kerapuhan): ditunjukan oleh puncak pertama pada kurva.
(Handoko, 2011)
III. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Prinsip kerja LFRA tekstur analyzer yaitu mengukur profil tekstur dengan cara merekam gaya regangan dari gerakan bolak-balik suatu benda yang mendeformasi sampel.
2. Cara kerja pengukuran tekstur adalah dengan LFRA tekstur analyzer yaitu sampel diukur ketebalannya, probe spesifik yang sesuai dengan sampel diletakkan di tempat probe, sampel diletakkan di atas meja benda atau meja objek dan discroll sampai sampel mepet dengan probe, membuka dan mengikuti langkah kerja program Texture ProLite dari komputer, probe spesifik yang sesuai dengan sampel yang ada pada tempat probe diturunkan perlahan, pengukuran tekstur terbaca oleh komputer, kemudian data kurva disimpan, lalu diprint.
3. Hardness sampel tahu yakni Tahu kuning curah sebesar 185.50 g, tahu eco sebesar 513.50 g, tahu asin sebesar 108 g, tahu curah sebesar 367 g, dan tahu magel sebesar 979.50 g. Sedangkan pada sampel crackers, diperoleh data hardness yakni Hatori cream crackers sebesar 2301.50 g, Malkist sayur sebesar 1704 g, Saltcheese crackers sebesar 1937 g, Malkist Roma crackers sebesar 1825.50 g, dan Nissin Vege crackers sebesar 2022.50 g.
IV. DAFTAR PUSTAKA
De Man, J. M. 1999. Principles of Food Chemistry 3rd. Aspen publishers, Gainthersburg.
De Man, J. M. 2013. Principles of Food Chemistry 3rd Edition. Springer, New
York.
Enquiry. 2014. Texture Analyzer. http://www.bestech.com.au/texture-analyzers/. 19 September 2014
Handoko, T. 2011. Pengaruh Jenis Daging, Jenis Tepung Beras, dan Rasio dalam
Formulasi dan Rheologi Adonan Pakan Anjing. http://journal.unpar.ac.id/
index.php/rekayasa/article/viewFile/118/105. 22 Agustus 2016.
Ihekoronye, A. J., dan Ngoddy, P. O. 1985. Integrated Food Science and Technology for the Tropics. Macmillan Publs, Ltd.
Johnson, B. dan Szczesniak, S. 2014. Texture Technologies: Probes + Fixtures.
http://texturetechnologies.com/texture-analysis/Probes-Fixtures.php
Diakses 22 Agustus 2016.
Kim, S. K. 2014. Seafood Science: Advances in Chemistry, Technology, and Application. CRC Press, USA.
Purbawatiningrum, R., Sarjono, dkk. 2009. Profil Kandungan Protein dan Tekstur Tahu Akibat Penambahan Fitat Pada Proses Pembuatan Tahu. Jurnal Ilmu Pangan 1 (5) : 12 – 17
Purnomo, H. 1995. Aktifitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta
Rohimah, I. 2014. Analisis Energi Dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit
Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/39716/4/Chapter%20II.pdf. 22 Agustus 2016.
Singgih, W. D. dan Harijono. 2015. Pengaruh Subtitusi Proporsi Tepung Beras
Ketan dengan Kentang pada Pembuatan Wingko Kentang. Jurnal Pangan
dan Agroindustri 3(4): 1573-1583.
Smewing, J. 1999. Hydrocolloids in Food Texture: Measurement and Perception.
Aspen Publisher, Gaithersbrug
Szczesniak, A. S. dan Kleyn, D. H. 1963. Consumer Awareness of Texture and
Other Food Attributes. Food Technology 17: 74.
Zainuddin, N. M. 2012. Studi Proses Produksi Karaginan Murni (Refine
Carrageenan) dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Secara OHMIC:
Pengaruh Lama Ekstraksi dan Suhu Alkalisasi. Naskah Skripsi S-1.
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar
A. Judul Percobaan
Tekstur Analyzer
B. Tujuan Percobaan
1. Mengetahi prinsip kerja texture analyzer.
2. Memahami cara pengukuran tekstur
3. Menentukan hardness suatu sampel.
II. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut
No
Nama Sampel
Hardness
1
Tahu kuning curah
185,50 g
2
Tahu asin
513,50 g
3
Tahu eco
108,00 g
4
Tahu curah
367,00 g
5
Tahu magel
979,50 g
No
Nama Sampel
Hardness
1
Hatori cream crackers
2301,50 g
2
Malkist sayur
1704,00 g
3
Saltcheese crackers
1937,00 g
4
Malkist Roma crackers
1825,50 g
5
Nissin Vege crackers
2022,50 g
B. Pembahasan
Tekstur adalah salah satu sifat bahan atau produk yang dapat dirasakan melaluisentuhan kulit ataupun pencicipan. Beberapa sifat tekstur dapat juga diperkirakandengan menggunakan sebelah mata berkedip seperti kehalusan atau kekerasandari permukaan bahan atau kekentalan cairan. Sedangkan dengan suara atau bunyidapat diperkirakan tekstur dari kerupuk (crisp food) ( De mann, 1999)
Menurut De Man (1999), dalam menelaah tekstur makanan, telaah ditujukan kepada dua bidang yang saling ketergantungan yaitu sifat aliran dan deformasi serta makro dan mikrostruktur. Menelaah tekstur makanan itu penting karena tiga alasan , yakni :
1. Untuk menilai daya tahan produk terhadap kerja mekanis, seperti proses memanen buah dan sayuran.
2. Untuk menentukan sifat alir dari produk selama pemrosesan, penanganan, dan penyimpanan.
3. Untuk menetapkan perilaku mekanis dari makanan bila dikonsumsi.
Menurut De Man (2013), tekstur makanan dapat ditentukan melalui tes mekanik (instrumen) atau dengan analisis penginderaan (Organoleptik) yang menggunakan alat indera manusia sebagai alat analisis . Selain itu, dapat juga digunakan metode TPA berbasis kompresi atau tekanan pada sampel beserta alat texture analyzer yang digunakan untuk menilai tekstur secara objektif dengan probe berbentuk silindris dengan diameter sekitar 3,5mm ( Kim, 2014). Metode yang lebih akurat untuk menelaah tekstur adalah metode TPA yang berbasis kompresi karena dapat menilai secara objektif dengan menggunakan probe dan penggunaanya lebih sederhana (Purbowatiningrum, R., Sarjono, dkk., 2009).
Menurut De Man (1999), Batasan-batasan dan istilah yang digunakan dalam penelaahan tekstur adalah :
1. Kekerasan
Ketahanan sampel terhadap deformasi
2. Kekohesifan
Kekuatan ikatan-ikatan dalam pembentukan suatu produk.
3. Viskositas
Laju aliran per satuan gaya.
4. Elastisitas
Laju bahan yang dideformasi kembali ke wujud awal setelah gaya pendeformasi ditiadakan.
5. Keadhesifan
Usaha yang diperlukan dalam gaya tarik-menarik antara permukaan bahan makanan dan permukaan bahan lain yang bersentuhan dengan makanan. Contohnya : Lidah, gigi, dll.
6. Kerapuhan
Gaya yang menyebabkan gaya patah.
Menurut Purnomo, H. (1995), faktor-faktor yang mempengaruhi tekstur makanan yaitu :
1. Kadar air, semakin tinggi kadar air, maka sampel akan lebih lunak. Jika kadar air lebih rendah, maka sampel akan keras.
2. Gula reduksi, semakin tingi gula reduksi pada sampel, maka sampel akan lebih keras.
3. Gas atau udara pada lingkungan sekitar dapat mempengaruhi kerapuhan sampel.
4. Jenis bahan baku
Menurut Ihekoronye dan Ngoddy (1985), Tekstur Analyzer adalah alat yang terkait dengan penilaian dari karakteristik mekanis suatu materi, di mana alat tersebut diperlakukan untuk menentukan kekuatan materi dalam bentuk kurva. Tekstur analizer digunakan untuk menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan. Prinsip LFRA tekstur analyzer adalah pengukuran suatu profil tekstur dengan cara merekam gaya regangan dari gerakan bolak-balik suatu benda yang mendeformasi sampel (Enquiry, 2014).
Alat yang digunakan dalam percobaan adalah LFRA Tekstur Analyzer merk Brookfield. Proses pengukuran tekstur melibatkan Texture Analyzer, komputer (program Texture ProLite), dan printer. LFRA tekstur analyzer merupakan alat yang berfungsi untuk mengevaluasi sifat tekstur, secara mekanik dan fisik dari produk jadi atau bahan baku dan sering digunakan dalam industri makanan (Enquiry, 2014). Tekstur analizer digunakan untuk menentukan sifat fisik bahan yang berhubungan dengan daya tahan atau kekuatan suatu bahan terhadap tekanan (Smewing, 1999).
Komponen yang terdapat pada Instrumen LFRA tekstur analyzer dan fungsinya yaitu :
1. Display
Berfungsi untuk menampilkan proses dari alat LFRA tekstur analyzer
2. Probe Adaptor
Tempat untuk meletakkan probe
3. Meja objek atau meja benda
Berfungsi untuk meletakan sampel atau objek yang akan diukur teksturnya.
4. Scroll
Berfungsi untuk menaikkan serta menurunkan sampel atau objek yang diletakkan diatas meja benda atau meja objek.
5. Tempat probe
Berfungsi untuk meletakkan probe yang spesifik sesuai dengan probe untuk sampel
6. Start
Tombol yang digunakan untuk memulai pengoperasian
7. Reset Stop
Tombol yang digunakan untuk menghentikan tes berlangsung kembali ke posisi awal
8. Emergency Stop
Tombol untuk menghentikan operasi dalam keadaan darurat.
Dalam percobaan ini, sampel dengan ketebalan lebih minim dideformasi lebih dahulu sebelum sampel yang lebih tebal. Karena, dalam program digunakan setengah dari ketebalan sebenarnya sehingga jika sampel yang lebih tebal dideformasi lebih dahulu makan pendeformasian terhadap sampel dengan ketebalan minim menjadi tidak efektif. Misalnya, sampel dengan ketebalan 2cm diambil setengahnya yaitu 1cm untuk pendeformasian maka ketika sampel dengan ketebalan 1cm dideformasi sampel tersebut akan hancur karena probe menkan terlalu dalam hingga ke dasar.
Menurut Johnson dan Szczesniak (2014) probe merupakan komponen yang berfungsi untuk memberikan gaya deformasi pada sampel yang akan diukur teksturnya . Probe yang digunakan dalam percobaan kali ini adalah TA 43 untuk 5 sampel tahu dan TA 18 digunakan bagi biskuit atau yang teksturnya keras untuk 5 sampel crackers. Crackers merupakan jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, melalui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya lebih mengarah ke rasa asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampangan potongannya berlapis-lapis (Rohimah, 2014).
1. Alat Tekstur Analizer dan komputer dinyalakan.
Pertama, alat dinyalakan dengan cara menekan tombol on yang ada di bagian belakang alat setelah itu komputer juga dinyalakan.
2. Probe dipasang pada tempat probe sesuai sampel yang akan diukur.
3. Jarak antara meja objek dan probe diatur.
Jarak diatur agar probe tidak sampai mengenai objek. Sampel yang akan diukur diletakkan di meja objek, lalu diatur jaraknya dengan letak probe kira-kira ±0,5cm dari sampel. Setelah itu sampel diambil kembali, dan pada saat percobaan untuk mempercepat waktu maka pada meja objek ditambahkan pengganjal agar posisi sampel lebih tinggi.
4. Program Texture ProLite dibuka.
5. Diklik pada bagian define new test.
6. Diisi bagian trigger point, test speed, target value, dan probe type.
Trigger point adalah besarnya gaya yang digunakan beban probe untuk menyentuh sampel, dan pada program diisi sebesar 20 g. Test speed adalah kecepatan probe menyentuh sampel (semakin cepat maka semakin rendah tingkat akurasinya), pada program diisi sebesar 0,5 mm/s. Target value adalah kedalaman probe menyentuh sampel sekitar setengah dari tebal sampel, dan diisi sesuai dengan ½ ketebalan sampel setelah dihitung dengan penggaris. Probe type diisi sesuai dengan tipe probe yang digunakan.
7. Ketebalan sampel diukur menggunakan penggaris.
8. Diisi bagian target test.
Target test digunakan untuk menentukan tes yang dilakukan pada sampel. Bila bendanya keras, maka dipilih compression sedangkan bila bendanya kenyal dipilih TPA. Misalnya, pada uji pertama menggunakan crackers maka checklist di bagian compression.
9. Texture Results diisi sesuai parameter sampel.
Bagian primary calculation diklik semuanya kecuali area cycle 1 dan 2 (untuk pengukuran sampel crackers dan buah, namun jika sampelnya tahu maka area cycle 1 dan 2 juga diklik) lalu menu secondary calculation diklik pada bagian work done to hardness 1. Setelah itu, pada additional calculaltions diklik di bagian sample length.
10. Diisi bagian General Results.
Semua bagian standard results dalam tab general results diklik kecuali special results.
11. Probe dibiarkan berkalibrasi terlebih dahulu.
12. Sampel kembali diletakkan di meja objek.
13. Tombol Run Test diklik untuk menjalankan pengukuran tekstur.
14. Hasil kurva dicetak dengan printer.
Setelah alat berhenti bekerja, maka akan didapatkan kurva profil tekstur. Sebelum dapat melihat kurvanya, terlebih dahulu file di save di folder, kemudian tekan tombol view load/time chart untuk melihat keseluruhan hasil pengukuran beserta kurvanya.
Sampel yang digunakan dalam percobaan ini terbagi menjadi 2 yaitu tahu dan crackers yang masing-masing terdiri dari 5 sampel. Sampel tahu diambil dari tahu kuning curah, tahu curah, tahu eco, tahu asin dan tahu magel. Sedangkan, pada sampel crackers diambil dari Hatori cream crackers, Malkist sayur, Saltcheese crackers, Malkist Roma crackers, Nissin Vege crackers. Sampel tahu bersifat lebih lembek banyak karena kadar air yang dimiliki cukup tinggi dibandingkan crackers yang keras karena kurangnya kadar air. Crackers juga memiliki tingkat kerapuhan lebih tinggi karena gas atau udara yang berada di crackers (Szczesniak dkk, 1963).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran tekstur sendiri adalah kadar air yaitu semakin tinggi kadar air, maka sampel akan lebih lunak. Jika kadar air lebih rendah, maka sampel akan keras. Gula pereduksi yaitu semakin tinggi gula reduksi pada sampel, maka sampel akan lebih keras. Gas atau udara pada lingkungan sekitar yang mampu untuk mempengaruhi kerapuhan sampel seperti pada crackers (Szczesniak dkk, 1963).
Tepung terigu adalah bahan utama dalam pembuatan biskuit dan memengaruhi proses pembuatan adonan. Selama proses pengolahan biskuit menggunakan 100% tepung terigu. Jika menggunakan tepung terigu protein rendah (8-9%) akan menghasilkan kue yang rapuh dan kering merata. Crackers menggunakan tepung terigu berprotein rendah sehingga teksturnya lebih rapuh dan kering, sedangkan biskuit mempunyai tekstur yang lebih keras (Rohimah, 2014).
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data hardness sampel tahu yakni Tahu kuning curah sebesar 185.50 g, tahu eco sebesar 513.50 g, tahu asin sebesar 108 g, tahu curah sebesar 367 g, dan tahu magel sebesar 979.50 g. Sedangkan pada sampel crackers, diperoleh data hardness yakni Hatori cream crackers sebesar 2301.50 g, Malkist sayur sebesar 1704 g, Saltcheese crackers sebesar 1937 g, Malkist Roma crackers sebesar 1825.50 g, dan Nissin Vege crackers sebesar 2022.50 g.
Dapat dilihat bahwa nilai hardness paling tinggi terdapat pada Hatori cream crackers. Bila diurutkan dari nilai hardness tertinggi, maka makanan yang mempunyai tekstur paling keras pada sampel crackers adalah Hatori cream crackers dan yang yang paling rapuh adalah Malkist sayur. Sedangkan pada sampel tahu, nilai hardness tertinggi dimiliki oleh Tahu magel dan yang paling lembek adalah tahu asin. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor, yaitu kadar air dan gas disekitar serta bahan baku sampel.
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, menurut Purnomo (1995) kadar air dan gas yang ada disekitar sampel serta bahan baku pembuat sampel merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi hardness suatu sampel. Jika kadar air tinggi maka sampel lunak, demikian pula sebaliknya. Jika gas yang berada disekita sampel bervolume tinggi, maka akan meningkatkan tingkat kerapuhan sampel. Berdasarkan hal ini, dapat
disimpulkan bahwa kadar air pada tahu magel lebih rendah daripada sampel tahu yang lain terutama tahu asin dan kondisi gas disekeliling Malkist sayur lebih banyak sehingga tingkat kerapuhannya lebih tinggi. Bila dibandingkan dengan Hatori cream crackers, adonan Hatori cream crackers memiliki viskositas yang lebih tinggi sehingga tingkat kerapuhannya rendah (Singgih dan Harijono, 2015).
Mulanya diciptakan texture analyzer untuk membuat simulasi persepsi yang dirasakan oleh gerakan mulut kita, namun saat ini penggunaan texture analyzer tidak hanya terbatas pada bidang food industry saja (Zainuddin, 2012). Texture Analyzer menjadi alat yang dapat digunakan untuk mengukur tekstur makanan. Prinsip dari analisis tekstur adalah memberikan tekanan kepada sampel dengan menggunakan probe dengan berbagai tipe. Terdapat dua metode dalam mengukur tekstur dari suatu sampel, yaitu dengan mengukur besarnya gaya yang diperlukan untuk menghasilkan deformasi secara konstan dan dengan mengukur deformasi yang disebabkan oleh besar gaya yang konstan (Szczesniak dan Kleyn, 1963).
Hal yang perlu diperhatikan saat akan melakukan analisis dengan texture analyzer adalah pemilihan trigger dan probe yang tepat. Trigger dan probe yang digunakan untuk menguji material harus disesuaikan dengan karakteristik material tersebut. Kurva hasil pembacaan texture analyzer tersebut akan merepresentasikan data-data yang diperlukan untuk mengetahui karakteristik fisikokimia produk akhir, sehingga kualitas tekstural produk dapat diketahui. Kurva hasil pembacaan texture analyzer dapat dilihat pada Gambar 1 dan data-data yang dapat dibaca dari kurva tersebut antara lain:
1. Hardness (tingkat kekerasan): ditunjukan oleh puncak tertinggi pada kurva.
2. Crispiness (tingkat kerenyahan): merupakan hasil bagi antara nilai tingkat kekerasan dan nilai rata-rata dari semua titik (H1 / HAV).
3. Quantity and number of fractures (karakteristik saat dipatahkan atau tingkat kerapuhan): ditunjukan oleh puncak pertama pada kurva.
(Handoko, 2011)
III. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Prinsip kerja LFRA tekstur analyzer yaitu mengukur profil tekstur dengan cara merekam gaya regangan dari gerakan bolak-balik suatu benda yang mendeformasi sampel.
2. Cara kerja pengukuran tekstur adalah dengan LFRA tekstur analyzer yaitu sampel diukur ketebalannya, probe spesifik yang sesuai dengan sampel diletakkan di tempat probe, sampel diletakkan di atas meja benda atau meja objek dan discroll sampai sampel mepet dengan probe, membuka dan mengikuti langkah kerja program Texture ProLite dari komputer, probe spesifik yang sesuai dengan sampel yang ada pada tempat probe diturunkan perlahan, pengukuran tekstur terbaca oleh komputer, kemudian data kurva disimpan, lalu diprint.
3. Hardness sampel tahu yakni Tahu kuning curah sebesar 185.50 g, tahu eco sebesar 513.50 g, tahu asin sebesar 108 g, tahu curah sebesar 367 g, dan tahu magel sebesar 979.50 g. Sedangkan pada sampel crackers, diperoleh data hardness yakni Hatori cream crackers sebesar 2301.50 g, Malkist sayur sebesar 1704 g, Saltcheese crackers sebesar 1937 g, Malkist Roma crackers sebesar 1825.50 g, dan Nissin Vege crackers sebesar 2022.50 g.
IV. DAFTAR PUSTAKA
De Man, J. M. 1999. Principles of Food Chemistry 3rd. Aspen publishers, Gainthersburg.
De Man, J. M. 2013. Principles of Food Chemistry 3rd Edition. Springer, New
York.
Enquiry. 2014. Texture Analyzer. http://www.bestech.com.au/texture-analyzers/. 19 September 2014
Handoko, T. 2011. Pengaruh Jenis Daging, Jenis Tepung Beras, dan Rasio dalam
Formulasi dan Rheologi Adonan Pakan Anjing. http://journal.unpar.ac.id/
index.php/rekayasa/article/viewFile/118/105. 22 Agustus 2016.
Ihekoronye, A. J., dan Ngoddy, P. O. 1985. Integrated Food Science and Technology for the Tropics. Macmillan Publs, Ltd.
Johnson, B. dan Szczesniak, S. 2014. Texture Technologies: Probes + Fixtures.
http://texturetechnologies.com/texture-analysis/Probes-Fixtures.php
Diakses 22 Agustus 2016.
Kim, S. K. 2014. Seafood Science: Advances in Chemistry, Technology, and Application. CRC Press, USA.
Purbawatiningrum, R., Sarjono, dkk. 2009. Profil Kandungan Protein dan Tekstur Tahu Akibat Penambahan Fitat Pada Proses Pembuatan Tahu. Jurnal Ilmu Pangan 1 (5) : 12 – 17
Purnomo, H. 1995. Aktifitas Air dan Peranannya dalam Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta
Rohimah, I. 2014. Analisis Energi Dan Protein Serta Uji Daya Terima Biskuit
Tepung Labu Kuning dan Ikan Lele. http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/39716/4/Chapter%20II.pdf. 22 Agustus 2016.
Singgih, W. D. dan Harijono. 2015. Pengaruh Subtitusi Proporsi Tepung Beras
Ketan dengan Kentang pada Pembuatan Wingko Kentang. Jurnal Pangan
dan Agroindustri 3(4): 1573-1583.
Smewing, J. 1999. Hydrocolloids in Food Texture: Measurement and Perception.
Aspen Publisher, Gaithersbrug
Szczesniak, A. S. dan Kleyn, D. H. 1963. Consumer Awareness of Texture and
Other Food Attributes. Food Technology 17: 74.
Zainuddin, N. M. 2012. Studi Proses Produksi Karaginan Murni (Refine
Carrageenan) dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Secara OHMIC:
Pengaruh Lama Ekstraksi dan Suhu Alkalisasi. Naskah Skripsi S-1.
Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar
Terimakasih.. Sangat membantu sekali :)
BalasHapusSama - sama :)
HapusJika Anda ingin tahu lebih banyak tentang Texture Analyzer, silahkan kunjungi : https://www.visco-meter.com/product/texture-analyzer-brookfield-2/
BalasHapus