Laporan Praktikum Kimia Analisa Instrumentasi Rotary Evaporator

I.  PENDAHULUAN

A. Judul Percobaan
Rotary Evaporator
B. Tujuan Percobaan
1. Mengetahui prinsip kerja rotary evaporator.
2. Mengetahuiprinsip ekstraksi senyawa secara vacuum.


II. Hasil dan Pembahasan

Ekstraksi adalah pemisahan zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat bercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain.  Tujuan dilakukan ekstraksi adalah untuk memisahkan campuran yang tidak dapat dilakukan karena komponen saling bercampur dengan erat, peka terhadap panas, perbedaan sifat fisik terlalu kecil serta konsentrasi yang terlalu rendah (Munawaroh dan Handayani., 2010).\
Secara umum, tujuan ekstraksi menurut Sumardjo (1995) adalah :
1. Senyawa kimia sesuai dengan kebutuhan
2. Bahan diperiksa untuk menemukan kelompok senyawa kimia tertentu, misalnya alkaloid, flavanoid atau saponin
3. Organisme yang digunakan dalam pengobatan tradisional, dan biasanya dibuat dengan cara dididihkan dalam air
4. Sifat senyawa yang akan diisolasi dalam menguji organisme untuk mengetahui adanya senyawa dengan aktivitas biologi khusus.
Menurut Winarti dkk (2008), ekstraksi pelarut dibagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :
1. Ekstraksi Padat – Cair
Pada ekstraksi padat – cair, satu atau beberapa komponen yang dapat larut dispisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi, yaitu ketika bahan ekstraksi dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus kapiler – kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk di bagian dalam bahan ekstraksi. Dengan cara difusi akan terjadi kesetimbangan konsentrasi antara larutan tersebut dengan larutan luar bahan padat. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai unjuk kerja ekstraksi atau kecepatan ekstraksi yang tinggi pada ekstraksi padat-cair, yaitu:
a. Karena perpindahan massa berlangsung pada bidang kontak antara fase padat dan fase cair, maka bahan itu perlu sekali memiliki permukaan yang seluas mungkin.
b. Kecepatan alir pelarut sedapat mungkin besar dibandingkan dengan laju alir bahan ekstraksi.
c. Suhu yang lebih tinggi (viskositas pelarut lebih rendah, kelarutan ekstrak lebih besar) pada umumnya menguntungkan unjuk kerja ekstraksi.
2. Ekstraksi Cair – Cair
Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair - cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin dilakukan (misalnya karena pembentukan azeotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri dari sedikitnya dua tahap, yaitu pencampuran secara intensif bahan ekstraksi dengan pelarut dan pemisahan kedua fase cair itu sesempurna mungkin. Pada ekstraksi cair-cair, satu komponen bahan atau lebih dari suatu campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut.
Ekstraksi cair-cair (liquid extraction, solvent extraction): solute dipisahkan dari cairan pembawa (diluen) menggunakan solven cair. Campuran diluen dan solven ini adalah heterogen ( immiscible, tidak saling campur), jika dipisahkan terdapat 2 fase, yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Perbedaan konsentrasi solute di dalam suatu fasadengan konsentrasi pada keadaan setimbang merupakan pendorong terjadinya pelarutan (pelepasan) solute dari larutan yang ada. Gaya dorong (driving force) yang menyebabkan terjadinya proses ekstraksi dapat ditentukan dengan mengukur jarak system dari kondisi setimbang.
Fase rafinat = fase residu, berisi diluen dan sisa solut.
Fase ekstrak = fase yang berisi solut dan solven.
Pelarut yang paling umum digunakan dalam ekstraksi adalah air. Namun jenis pelarut organik (mengandung karbon) juga umum digunakan. Pelarut dapat dibedakan menjadi pelarut yang bersifat polar , semi polar dan non polar (Irawan., 2010). Menurut Sanjaya dan Wahyu (2008), ada tiga macam pelarut berdasarkan polaritasnya, yaitu :
1. Pelarut Non Polar
Pelarut ini baik untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang sama sekali tidak larut dalam pelarut polar. Senyawa ini baik untuk mengekstrak berbagai jenis minyak. Contoh pelarut non polar yaitu, heksana, kloroform, dan toluena.
2. Pelarut Semipolar
Pelarut ini memiliki tingkat kepolaran yang lebih rendah disbandingkan dengan pelarut polar. Pelarut ini baik untuk mendapatkan senyawa-senyawa semipolar dari tumbuhan. Contoh pelarut semipolar yaitu, diklorometana dan dimetil sulfoksid.
3. Pelarut Polar
Pelarut ini cocok untuk mengekstrak senyawa-senyawa yang polar dari tanaman. Pelarut polar cenderung universal digunakan karena walaupun pelarut polar, tetap dapat melarutkan senyawa yang memiliki tingkat kepolaran lebih rendah. Contoh pelarut polar yaitu, air, metanol (alkohol), dan etanol.
Pada prinsipnya, ekstraksi suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya (Sudarmadji dkk., 1989) sehingga akan mempengaruhi sifat fisikokimia ekstrak yang dihasilkan. Rotary evaporator merupakan alat yang biasa digunakan di laboratorium kimia untuk mengefisienkan dan mempercepat pemisahan pelarut dari suatu larutan. Penggunaan alat ini dipilih karena mampu menguapkan pelarut dibawah titik didih sehingga zat yang terkandung didalam komponen tidak rusak oleh suhu tinggi (Pangestu, 2011). Rotary evaporator berfungsi untuk memisahkan suatu larutan dari pelarutnya sehingga dihasilkan ekstrak dengan kandungan kimia tertentu sesuai yang diinginkan (Nugroho dan Dadang, 1999).
Rotary evaporator adalah alat yang digunakan untuk melakukan ekstraksi, penguapan pelarut yang efisien dan lembut. Komponen utamanya adalah pipa vakum, pengontrol, labu evaporasi, kondensator dan labu penampung hasil kodensasi. Prinsip rotary evaporator adalah proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu penampung. Prinsip ini membuat pelarut dapat dipisahkan dari zat terlarut di dalamnya tanpa pemanasan yang tinggi (Ghallisa dkk, 2014).
Pada percobaan ini digunakan  daun pandan sebagai bahan yang yang akan dievaporasi. Daun pandan wangi mengandung pigmen klorofil sebanyak 2363,014 ppm atau sekitar 0,236%. Pandan termasuk ke dalam suku pandaceae yang menghasilkan minyak atsiri. Minyak atsiri dari distilat daun pandan ini mengandung  senyawa 3-metil 2(5H) furanon, 3-alkil-6-metoksifenoldietil ester, 1,2- benzenadikarboksilat, dan 1,2,3-propanaetril ester asam deodekanat. Daun pandan wangi memiliki beberapa senyawa seperti tannin, saponin, alkaloid, flavonoid, dan zat warna (Dewi, 2009).Daun pandan wangi mengandung minyak atsiri, terdiri dari 6-12 % hidrokarbon seskuiterpen, dan 6% monoterpen linalool, serta 10% senyawa aromatic berupa 2-asetil-1-pirolin. Senyawa ini merupakan senyawa aromatic terbanyak pada daun pandan wangi (Sukandar dkk,2008).
Menurut Khopkar (2008), faktor - faktor yang mempengaruhi proses evaporator adalah sebagai berikut :
1. Konsentrasi dalam cairan
Untuk liquida msuk evaporator dalam keadaan encer, juga semakin pekat larutan, semakin tinggi pula titik didih larutan dan untuk ini harus diperhatikan adanya kenaikan titik didih (KTD).
2. Kelarutan solute dalam larutan
a. Dengan demikian pekatnya larutan, maka konsentrasi solute makin tinggi pula, sehingga btas hasil kali kelarutan dapat terlampaui yang akibatnya terbentuk Kristal solute. Jika dengan adanya hal ini, dalam evaporasi harus diperhatikan batas konsentrasi solute yang maksimal yang dapat dihasilkan oleh proses evaporasi.
b. Pada umumnya, kelarutan suatu granul/solid makin besar dengan makin tingginya suhu, sehingga pada waktu “drainage” dalam keadaan dingin dapat terbentuk Kristal yang dalam hal ini dapat merusak evaporator. Jadi suhu drainage perlu diperhatikan.
3. Sensitifitas materi terhadap suhu dan lama pemanasan.
Beberapa zat materi yang dipanaskan dalam evaporasi tidak tahan terhadap suhu tinggi atau terhadap pemanasan yang terlalu alam. Misalnya bahan-bahan biologis seperti susu, jus, bahan-bahan farmasi dan sebagainya. Jadi untuk zat-zat semacam ini diperlukan suatu cara tertentu untuk mengurangi waktu pemanasan dan suhu operasi.
4. Pembuataan buih dan percikan
Kadang-kadang beberapa zat, seperti larutan NaOH, “skim milk” dan beberapa asam lemak akan menimbulkan buih, busa yang cukup banyak selama penguapan disertai dengan percikan-percikan liquida yang tinggi. Buih/percikan ini dapat terbawa oleh uap yang keluar dari evaporator dan akibatnya terjadi kehilangan. Jadi harus diusahakan pencegahannya.


5. Pembentukan kerak.
Banyak larutan yang sifatnya mudah membentuk kerak/endapan yang akan mengurangi overall heat transfer coefficient, jadi diusahakan konsentrasi/teknik evaporator yang tepat karena pembersihan kerak dapat memakan waktu dan biaya.
Alat rotary evaporator dalam percobaan ini yaitu RV04 RL KIKA WERKE yang biasa digunakan di laboratorium kimia untuk mengefisienkan dan mempercepat pemisahan pelarut dari suatu larutan (Ghallisa dkk, 2014), dan menggunakan prinsip vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun dan pelarut akan menguap dibawah titik didihnya. Dengan bantuan pompa vakum, uap larutan penyari akan menguap naik ke kondensor dan mengalami kondensasi menjadi molekul-molekul cairan pelarut murni yang ditampung dalam labu penampung. Prinsip ini membuat pelarut dapat dipisahkan dari zat terlarut di dalamnya tanpa pemanasan yang tinggi (Sudjadi, 1988).
Cara kerja alat rotary evaporator yaitu sampel dimasukkan ke dalam labu penguapan. Lalu labu penguapan dipasang pada alat rotary evaporator tegak lurus ke lubang pengunci dengan memegang bagian leher dari labu penguapan. Air dari keran dialirkan ke kondensor.Setelah memastikan water bath terisi dengan air , tombol ON/OFF ditekan pada rotary evaporator, water bath, pompa vacuum dan pemutar labu penguapan. Water bath dinaikkan hingga merendam labu penguapan serta suhu diatur. Setelah filtrat berbentuk berubah menjadi pasta, water bath diturunkan lalu knop pemutar dan tombol ON/OFF dan pompa vacuum dimatikan. Labu penguapan dicabut dengan membuka pengunci lalu pasta dituang kedalam cawan porselin. Cawan dioven selama bebarapa menit dengan suhu 105oC untuk manghilangkan kadar air dan zat-zat lain pada pasta lalu dieksikator untuk didinginkan dan menyerap uap panas.
Pada percobaan ini, daun pandan timbang 25 gram. Kemudian diiris kecil-kecil dan direndam alcohol 95% selama 6 jam. Filtrat disaring dengan kertas saring kemudian ditampung dalam Erlenmeyer. Filtrate dievaporasi dengan suhu 75 C, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 105 C agar diperoleh klorofil murni yang berbentuk bubuk. Lalu pasta dimasukkan dalam eksikator dan kadar absortif dihitung. Kemudian hasilnya diperoleh berat padatan ekstraktif 0,177 gram dan kadarnya (%) adalah 0,708 %. Oven digunakan untuk menghilangkan sisa alkohol sampai berbentuk pasta, sedangkan eksikator untuk mendinginkan dan menghilangkan uap.
Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar yaitu :

Berat padatan ekstraktif ditimbang dan diperoleh sebesar 0,177 g dengan kadar 0,708 % dari hasil perhitungan. Hasil yang diperoleh kurang sesuai dengan teori Dewi (2009) kadar klorofil pada ekstrak sekitar 0,236%. Kadar hasil perhitungan lebih besar dibanding teori. Hal ini dapat dipengaruhi oleh lama pengeringan pada oven maupun berat padatan ekstraktif. Pada percobaan ini ekstrak dievaporasi dari berat sampel 25 g. Suhu yang digunakan yaitu 100oC agar lebih cepat karena alkohol menguap pada suhu 60 – 80oC, sedangkan kecepatan putaran digunakan skala 50 agar awet alatnya meskipun sebenarnya lebih cepat lebih baik. Prinsip dari percobaan ini yaitu untuk memisahkan klorofil dari daun pandan.

KESIMPULAN

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut
1. Prinsip rotary evaporator adalah proses pemisahan ekstrak dari cairan penyarinya dengan pemanasan yang dipercepat oleh putaran dari labu, cairan penyari dapat menguap 5-10º C di bawah titik didih pelarutnya disebabkan oleh karena adanya penurunan tekanan.
2. Prinsip ekstraksi secara vacuum yaitu penguapan yang dilakukan dengan menggunakan tekanan dibawah 1 atmosfer atau zat cair akan mendidih dibawah titik normalnya untuk memisakan fraksi-fraksi tanpa merusakmutu ekstrak.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, E. W. A. 2009. Pengaruh Ekstrak Pandan Wangi (Pandanus amarylifolius Roxb.) 6Mg/Grbb Terhadap Waktu Induksi Tidur dan Lama Waktu Tidur Mencit Balb/C yang Diinduksi Thiopental 0.546 Mg/20Grbb. Skripsi. Universitas Diponegoro, Semarang.
Ghallisa, K. Ni., Wahyunanto, A. N., dan Yusuf,  H. 2014. Ekstraksi Daun Sirih Merah (Piper Crocatum ) Dengan Metode Microwave Assisted Extraction (Mae). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2 (1) : 72-78
Irawan, B. 2010. Peningkatan Mutu Minyak Nilam dengan Ekstraksi dan Destlasi pada Berbagai Komposisi Pelarut. Tesis Teknik Kimia S2. Universitas Diponegoro, Semarang.
Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press, Jakarta
Munawaroh, S., Handayani, P. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (citrus hytrix d.c.) Dengan Pelarut Etanol dan n-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik; 2: 73-8.
Nugroho, B. W., Dadang., Prijono, D. 1999. Pengembangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Pangestu. 2011. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya
Sanjaya, W.A dan Wahyu, S.2008. Potensi Ekstrak Daun Pinus (Pinus Merusii) sebagai Bioherbisida Penghambat Perkecambahan Echinochloa Colonum L. Jurnal Perennial 4(1):1-5.
Sudarmadji, S.,  Haryono, B., dan Suhardi. 1989. Analisis untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Edisi I. Liberty, Yogyakarta.
Sudjadi.1988. Metode Pemisahan. Konisius, Yogyakarta
Sumardjo, D.  1995. Pengantar kimia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarti, S., Sarofa, U., dan Anggrahini, D. 2008. Ekstraksi Dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.,) Sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia Vol 3 : 207-210.

Komentar

Postingan Populer