Laporan Praktikum Kimia Analisa Instrumen Color Reader

I. PENDAHULUAN

A. Judul

     Color Reader

B. Tujuan

     1. Mengetahui prinsip kerja Color Reader
     2. Memahami cara pengukuran warna



II. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil sebagai berikut :
- Komponen Color Reader

Gambar 1. Komponen dalam Color Reader (Dokumentasi pribadi, 2016)

1.Tombol ON/OFF    :   untuk menghidupkan dan mematikan color reader
2.Tombol detektor     :   untuk mengukur warna suatu sampel
3.Reseptor    :    untuk megukur/ mendeteksi warna sampel
4.Tutup reseptor : melindungi reseptor
5.Tombol target  : meriset ulang pengukuran
6.Tombol Lab    :    untuk mengukur warna berdasarkan sistem Lab
7.Tombol Lch    : untuk mengukur warna berdasarkan sistem Lch
8. Layar LCD    :    untuk menampilkan hasil pengukuran


- Data hasil pecobaaan

No Sampel    Rata2 L Rata2 a Rata2 b X           Y         %X         %Y        %Z
1 Sorbitol       68,3            5,9 6,03      0,335   0,326 48,951 4,665 40,765
2 Susu      66,73           5,23 17,03    0,348         0,340 46,523 4,452 28,294
3 Pisang       69,4           5,73 8,9      0,343         0,334 50,436 4,818 39,340
4 Tapioka      67,76     6,86 9,6      0,348         0,336 48,500 4,591 36,621
5 Karaginan     61,3           6,56 15,36    0,377         0,357 39,552 3,757 24,126
6 Sagun       69,1            6,6 7,46      0,369         0,330 50,353 4,775 40,308
7 Ketan      68,46           6,06 8      0,342         0,332 49,238 4,686 39,043

B. Pembahasan
Warna adalah sifat cahaya yang dipancarkan dan dibentuk oleh panjang gelombang. Cahaya yang tampak oleh mata merupakan salah satu bentuk pancaran energi yang merupakan bagian yang sempit dari gelombang elektromagnetik (Swasty., 2007). Warna merupakan sebuah nama yang muncul atas segala aktivitas pada retina mata. Selain itu, warna adalah hal penting bagi berbagai macam makanan. Warna juga menunjukkan indikasi adanya perubahan kimia dalam makanan seperti misalnya browning karamelisasi. Untuk beberapa makanan cair yang jernih seperti minyak,warna merupakan refleksi dari cahaya (de Man,1999). Warna merupakan salah satu faktor yang menentukan mutu dan secara visual warna tampil lebih dulu dan kadang-kadang sangat menentukkan, sehingga warna merupakan atribut organoleptik yang penting dalam suatu bahan pangan (Winarno., 2002). 
Ada bebererapa komponen  yang dibutuhkan dalam melihat suatu warna yaitu cahaya, objek dan alat penglihatan. Cahaya merupakan energi berbentuk gelombang elektromagnetik dengan panjang sekitar 380-750 nm. Objek merupakan permukaan yang memantulkan berapa panjang gelombang cahaya yang akan ditangkap oleh alat penglihatan. Alat pengindraan mata memiliki retina yang  memiliki sel-sel sensitif terhadap warna. Mata akan menangkap cahaya yang dipantulkan dari objek tersebut. Warna yang diterima jika mata memandang objek yang disinari berkaitan dengan tiga faktor, yaitu: susunan spektrum sumber sinar, ciri kimia dan fisika objek, serta kepekaan spektrum mata. Sistem yang digunakan untuk memaparkan warna adalah sistem CIE Hunter dan sistem CIE Munsell (de Man, 1997).
Sistem Hunter merupakan salah satu system warna yang telah luas digunakan untuk kolorimetri makanan. Dalam system Hunter warna dibedakan menjadi 3 dimensi warna. Simbol a untuk dimensi kemerahan dan kehijauan. Simbol b untuk dimensi kekuningan dan kebiruan. Dimensi warna yang ketiga adalah L (Lightness) atau kecerahan.Nilai CIE dapat dikonversi menjadi nilai warna dalam system Hunter menjadi L,a,b.Begitu pula sebaliknya nilai L,a,b dapat dikonversi menjadi nilai CIE X%,Y,Z% (de man, 1999).
Pengukuran warna secara objektif penting dilakukan karena pada produk pangan warna merupakan daya tarik utama sebelum konsumen mengenal dan menyukai sifat-sifat lainnya. Warna tepung dapat diamati secara kuantitatif dengan metode Hunter menghasilkan tiga nilai pengukuran yaitu L, a dan b. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel. Semakin cerah sampel yang diukur maka nilai L mendekati 100. Sebaliknya semakin kusam (gelap), maka nilai L mendekati 0. Nilai a merupakan pengukuran warna kromatik campuran merah-hijau. Nilai b merupakan pengukuran warna kromatik campuran kuning-biru (Hutching, 1999) 
Sistem L menunjukkan kecerahan atau gelap sampel dari skala 0 sampai 100 dimana 0 menyatakan sangat gelap dan 100 menyatakan sangat terang. Nilai a menunjukkan derajat merah atau hijau sampel dimana a positif menunjukkan merah sedangkan a negatif menunjukkan hujau dari skala -80 sampai 100 sedangkan nilai b menunjukkan warna kuning dan biru dimana b positif menunjukkan warna kuning dan b negatif menunjukkan warna biru dari skala -70 sampai 70 (Ariadi., 2015). Dalam sistem warna Munsell, warna digolongkan berdasarkan nama warna,  nilai (pencahayaan), dan intensitas. Sistem warna ini digunakan secara resmi untuk penelitian tanah. 
Color reader adalah suatu alat pengukur warna yang sangat  praktis dimana alat tersebut didesain dengan tristimulus/tiga reseptor sehingga mampu membedakan warna secara lebih akurat antara 2 range warna yakni terang dan gelap. Color reader merupakan pemaparan warna  berdasarkan sistem CIE Hunter. Pengukuran warna sistem CIE didasarkan pada penginderaan warna oleh mata manusia. Hal ini mengakui bahwa mata mengandung tiga reseptor yang peka terhadap cahaya. Reseptor warna yang digunakan dalam color reader adalah reseptor L,a,b Hunter. Lambang a-b menunjukan dimensi warna kemerahan atau kehijauan (a) dan kekuningan atau kebiruan (b). Sementara dimensi warna ke-3 adalah L yang menunjukan tingkat kecerahan (berdasar sinar putih), dimana data tri reseptor tersebut dapat diubah menjadi fungsi warna tunggal yang disebut perbedaan warna  (∆E) dengan memakai persamaan berikut :
∆E = (∆L)2 + (∆a)2 + (∆b)2
Keterangan  : 
        % kemerahan (%X)  =  0,01   L2  +  aL/175
% Kehijauan   (%Y)    =  0,001 L2 
% Kebiruan    (%Z)  =  0,01   L2   -   bL/70   
(Waever dan Daniel, 2003).
      Prinsip kerja color reader adalah sistem pemaparan warna dengan menggunakan sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L, a, b Hunter. Lambang L menunjukkan tingkat kecerahan berdasarkan warna putih, lambang a menunjukkan kemerahan atau kehijauan, dan lambang b menunjukkan kekuningan atau kebiruan.
Sampel yang digunakan dalam pengukuran warna yaitu sorbitol, pisang, susu, tapioka, karaginan, ketan dan sagu. Sampel berbentuk bubuk/tepung sehingga dan pada umumnya berwarna putih. Sampel bubuk susu putih terbuat dari susu sapi yang pada dasarnya berwarna putih. Susu mengandung lakosa yang jika dihidrolisis menghasilkan glukosa dan galaktosa. Menurut Buda dkk (1984), warn putih dari susu segar disebabkan oleh warna dari kasein yaitu seperti salju. Warna susu yang kekuning-kuningan disebabkan oleh warna lemak yang terdapat didalam susu. Warna lemak dipengaruhi oleh zat- zat terlarut didalamnya seperti karoten yang menyebabkan warna lemak menjadi kekuning-kuningan (Lehninger., 1982).
Tepung tapioka merupakan tepung yang dibuat dengan mengekstrak bagian umbi singkong. Pada proses pembuatan tepung tapioka ditambahkan kaporit. Menurut Wijana dkk (2009) faktor konsentrasi kaporit yang merupakan zat pemutih. Menurut Fangel (1995), zat –zat pemutih memiliki 2 sifat yaitu bersifat oksidator dan reduktor. Zat pemutih oksidator berfungsi untuk mendegrasasi dan menghilangkan zat penyebab warna. Kaporit merupakan oksidator yang mengoksidasi warna coklat dari tanin. Daerah asal singkong berpengaruh nayata terhadap warna tapioka, contohnya tepung tapioka di daerah Blitar memiliki nilai rerata warnacerah dibanding daerah Trenggelek dan Malang. Proses pengeringan juga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap warna tepung atau bubuk. Kontaminasi jamur pada proses pengeringan juga merupakan faktor kerusakan warna. Kadar abu pada tapioka  yang disebabkan oleh kandungan kotoran pada tapioka berupa tanah, pasir, jamur maupun alat-alat yang digunakan dalam pemrosesan. 
Sorbitol adalah suatu gula alkohol dari proses reduksi glukosa dengan mengubah gugus aldehid menjadi gugus hidroksil. Sorbitol juga dikenal dengan nama glusitol.  Sorbitol dapat dibuat dari bahan pati seperti tapioka. Penggunaan enzim juga mempengaruhi warna dari sorbitol.  Bahan pati pembuatan sorbitol merupakan faktor yang mempengaruhi warnanya. Jika pati yang digunakan mengandung senyawa-senyawa yang memiliki warna seperti tanin maka proses ekstraksi dan pemurnian adalah hal yang menentukkan warna sorbitol (Dewi dkk., 2013).
Karaginan merupakan bahan yang berasal dari dinding sel  rumput laut jenis Rhodophyceae yaitu Eucheuma cottoni. Kareginan merupakan senyawa hidroksil yang terdiri atas ester kalium, natrium, magnesium dan kalium sulfat dengan galaktosa 3,6 anhidrogalaktosa kopolimer. Karaginan  banyak dimanfaat dalam berbagai industri salah satu satunya adalah sebagai tepung. Proses pencucian dan penyaringan. Jenis rumput laut yang digunakan merupakan faktor yang mempengaruhi warna dari karagina serta pengaruh penambahan NaOH dalam mengikat karaginan (Prasetyowati dkk., 2008).
Tepung pisang yang tebuat dar pisang kepok sangat baik hasilnya karena warna tepungnya putih dan menarik. Dalam proses pembuatan tepung pisang, pisang yang telah dikupas direndam dalam larutan natrium matabisulfit (NaSO5) yang berfungsi mengendalikan reaksi pencoklatan enzimatis dan nonenzimatis, menghambat pertumbuhan mikroba namun penggunaannya dibatasi. CaCO3 atau kapur sirih merupakan senyawa yang digunakan pada proses pengolahan tradisional sebagai perendam. Kadar abu pada berbagai jenis pisang berbeda-beda. Jenis pisang Ambon memiliki kadar abu paling tingi. Masing-masing pisang memiliki karekteristik dan warn aynag berbeda. Tepung sagu juga merupakan bahan yang mengunakan natrium bisulfit. Semakin tinggi natrium bisulfit yang digunakan semakin tinggi tingkat kecerahan tepung sagu. Tepung sagu mengandung amilopektin  (Palupi., 2012).
Ketan merupakan bahan yang dibuat dari padi jenis Oryza sativa L var. glutonosa. Beras ketan mengandung amilopektin yang tinggi. Beras ketan umumnya berwarna putih sehingga proses pembuatannya tidak membutuhkan pemutihan dan permurnian (Lukman dkk., 2013).Menurut Matunis (2012), warna tepung / bubuk dipengaruhi oleh kandungan air, kadar abu, suhu pengeringan. Suhu dan waktu pengeringan pati yang tinggi menyebabkan terjadi penurunan warna bahan . Selama pengeringan terjadi reaksi penciklatan yang terjadi antara gula pereduksi dan gugus amnina primer.  Susanto dan Suneto (1994) menambahakan bahawa pengaruh pengaruh jenis bahan, pendispersian, pencampuran, jenis proses pengeringan merupakan penentu kualitas warna suatu produk. 
Warna dari suatu tepung/ bubuk dipengaruhi oleh beberapa faktor pemrosesan seperti proses spray drying yaitu proses mengubah cairan umpan  menjadi serbuk kering dengan menggunakan alat yang disebut spray dryer. Umpan akan disemprotkan ke dalam media pengering yang panas dan membuat kandungan air dalam umpan menguap (Srihari dkk., 2010). Proses pengeringan atau pemanasan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan reaksi browoning antara protein dan korbohidrat yang berwarna gelap atau keccoklatan (Krunger., 1994).
Pengukuran warna sangat penting karena warna merupakan aspek fisik yang diukur secara kualitatif. Warna merupakan sesuatu yang penting dalam banyak makanan, baik makanan yang tidak diproses maupun makanan yang dimanufaktur. Bersama-sama dengan bau dan rasa tekstur, warna memegang peranan penting dalam makanan. Selain itu, warna juga dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan pengkaramelan. Pada beberapa makanan cair yang jernih seperti minyak dan minuman, warna hanya merupakan masalah transmisi cahaya.
Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap dengan prinsip kerja sistem pemaparan warna dengan menggunakan sistem CIE. Merk color reader  yang digunakan yaitu Konica Minolta dan sistem pengukuran yang digunakan yaitu sistem CIE L,a,b hunter. Cara pengguanaan color readr adalah sebagai berikut :
1. Tombol ON/ OFF dihidupkan
2. Tutup reseptor dibuka
3. Pilih sistem pengukuran Lab
4. Sampel disiapkan lalu ditempelken pada reseptor (sampel didekatkan pada bagian yang tebal
        dan rata)
5. Tekan tombol detektor
6. Hasil pengukuran akan muncul di layar dan dicatat pada tabel hasil
7. Untuk mengukur selanjutnya, tombol reset ditekan dan dilakukan lagi pengukuran.

Dari hasil percobaan diperoleh nilai L pada sampel sorbitol, susu, pisang, tapioka, karaginan, sagu dan ketan secara berturut-turut yaitu 68,3; 66,73; 69,4; 67,76; 61,3; 69,1; 68,46. %X secara berturut-turut 48,951%; 46,523%; 50,436%; 48,500%; 39,552%, 50,354%, 49,238%. Nilai % Y secara berturut-turut 4,665%; 4,452 %; 4,818%; 4,591%; 3,757%; 4,775%; 4,686%. Nilai % Z secara berturut-turut 40,765 %; 28,294 %; 39,340%; 36,621%; 24,126%; 40,308%. Nilai L merupakan derajat warna keputihan suatu sampel. Pada nilai L tertinggi terdapat pada sampel pisang sedangkan terendah pada karaginan. Pada  %X merupakan persentase tingkat kemerahan suatu sampel dimana nilai tertinggi terdapat pada pisang dan nilai terendah pada karaginan. Pada nilai %Y  nilai  tertinggi terdapat pada pisang dan nilai terendah pada karaginan. Nilai %Y merupakan persentase tingkat kehijauan. Nilai % Z nilai merupakan persentase tingkat kebiruan pada sampel dimana nilai tertinggi pada sorbitol dan terendah pada sagu.
Perbedaan presentase warna pada masing-masing sampel dipengaruhi oleh proses pengolahan,kandungan yang dimiliki oleh sampel, kondisi serta karakteristik sampel. Proses pengeringan atau pemanasan dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan reaksi browoning antara protein dan korbohidrat yang berwarna gelap atau kecoklatan (Krunger., 1994).  Adanya kandungan lemak  yang tinggi dipengaruhi oleh zat- zat terlarut didalamnya seperti karoten yang menyebabkan warna lemak menjadi kekuning-kuningan (Lehninger., 1982). Menurut Fangel (1995), zat –zat pemutih memiliki 2 sifat yaitu bersifat oksidator dan reduktor. Zat pemutih oksidator berfungsi untuk mendegrasasi dan menghilangkan zat penyebab warna.
Berdasarkan hasil pengamatan secara kasat mata tingkat kecerahan paling tinggi kerendah dimiliki oleh sampel ketan, sagu, pisang, sorbitol, tapioka, susu dan karaginan. Hasil pengamatan sesuai dengan diagram CIE dimana semua sampel masuk dalam daerah warna putih , namun tingkat kecerahan paling tinggi dimiliki oleh sampel sagu, ketan, pisang,  sorbitol, tapioka, susu bubuk putih dan karaginan. Perbedaan hanya terdapat pada pengamatan sampel ketan memiliki kecerahan paling tinggi sedangkan pada diagram sampel sagu menunjukkan kecerahan lebih tinggi. Perbedaan diagaram CIE antara sampel ketan dan sagu sangat tipis dan jika dilihat dari hasil pengamatan memang sulit untuk menentukaan mana yang memiliki tingkat kecerahan paling tinggi sehingga adanya perbedaan dipengaruhi oleh faktor kesalahan pengamatan secara kasat mata maupun proses pengukuraan sampel saat ditempelkan pada reseptor. Saat pengukuran, tidak digunakan bagian sampel yang tebal dan rata sehingga mempengaruhi tingkat kecerahan pada diagram CIE.




III. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :
1. Prinsip kerja color reader adalah dengan pemaparan warna yang menggunakan sistem CIE
        Hunter dengan L,a, b sebagai reseptor warnanya.
2.     Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan tombol L,a,b yaitu menempelkan bagian
        sampel yang tebal dan rata pada reseptor sebanyak tiga kali, dicatat nilai L,a,b lalu  dihitung 
        nilai x dan y kemudian dimasukan nilai perhitungan pada diagram CIE.




DAFTAR PUSTAKA

Ariadi, P, H. 2015. Ekstraksi Senyawa Antioksidan Kulit Biji Kopi : Kajian Jenis Kopi dan Lama Maserasi. Jember. Skripsi.

Buda, I, K., Arka, I, B., Sulandra, I, K., Jamasuta, I, G, P. dan Arwana, I, K. 1980. Susu dan Hasil Pengolahannya. Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

de Man, J.M. 1997. Kimia Pangan. ITB. Bandung.

de Man. J.M. 1999. Principles of Food Chemistry Third edition , An Aspen Publication. Gaithersburg

Dewi,K, H., Puspasari, A, D., dan Widjaja, A. 2013. Pra Desain Pabrik Sorbitol dari Tepung Tapioka dengan Hidrogenasi Katalitik. Jurnal Teknik pomits. Vol 1 (2) : 1-7

Hutching, J.B. 1999. Food Color and Apearance. Aspen publisher Inc., Maryland.

Ifgar, A. 2012. Pengaruh Penambahan Tepung Labu Kuning ( Curcubita moscata) dan Tepung Terigu terhadap Pembuatan Biskuit. Skripsi, Makassar.

Krunger, J, E. 1994. Effect of Flour Refinement on Raw Contonese Noodle Color and Texture. Cereal Chemistry. 71 :177 – 182.

Lukman, a, Anggraini, D., Rahmawati, N., Suhaeni, N. 2013. Pembuatan dan Iji Sifat Fisikokimia Pati Beras Ketan Kampar yang Dipragelatinasi. Jurnal Penelitian Farmasi. Vol 1 (2) : 67-71.

Martunis. 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kulaitas dan Kuantitas Pati Kentang Varietas Granola. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. Vol 4 (3) : 26-30.

Palupi, T, H. 2012. Pengaruh Jens Pisang dan Bahan Perendam Terhadap Karakteristik Tepung Pisang (Musa spp). Jurnal Teknologi Pangan. Vol 4 (1) : 102-120.

Prasetyowati, Jasmine, A, C., dan Agustiawan, D. 2008. Pembuatan Tepung Karaginan dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii) berdasarkan Perbedaan Metode Pengendapan. Jurnal Teknik Kima. Vol 15 (2) : 27-33.

Rosmisari, A. 2006. Review: Tepung jagung komposit, pembuatan dan pengolahannya. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Inovatif Pascapanen Pengembangan Pertanian. BPPPT, Bogor.

Srihari, E., Lingganingrum, S, F., Hervita, R., Wijaya, S, H., 2010. Pengaruh Penambahan Maltodekstrin pada Pembuatan Santan Kelapa Bubuk. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, Surabaya.

Susanto, T., dan Suneto B. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya.

Swasty, W. 2007. Warna Interior Rumah Tinggal. Pustaka Media, Bandung.

Waver, C.M. dan Daniel, J.R. 2003. The Food Chemistry Laboraory. CRC Press. New york.

Wijana, S., Nurika, I., dan Habibah, E. 2009. Analisis Kelayakan Kualitas Tapioka Berbahan Baku Gaplek. Jurnal Teknologi Pertanian. Vol 10 (2) : 97-105.

Winarno, F, G. 2012. Pangan, Gizi, Telnologi dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.























Komentar

Postingan Populer