Laporan Praktikum Biokimia Degradasi Enzim Amilase Menggunakan Saliva
I. PENDAHULUAN
A.
Judul
Percobaan
Enzim
B.
Tujuan
Percobaan
1. Mempelajari
proses hidrolisis amilum oleh enzim amilase
2. Mempelajari
proses induksi nitrat oleh enzim nitrat reduktase
3. Menentukan
pH optimum enzim nitrat reduktase dari uji pengaruh pH
4. Mempelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim
II.
TINJAUAN
PUSTAKA
Enzim adalah
suatu kelompok protein yang menjalankan dan mengatur perubahan-perubahan kimia
dalam sistem biologi. Kebanyakan enzim terdapat dalam alat-alat atau
organ-organ organisme hidup berupa larutan kloidal dalam cairan tubuh seperti
air ludah, darah, cairan lambung, serta cairan pankreas. Enzim ada di bagian
dalam pada sel, mitokondria, dan ribosom (Sumardjo, 2006). Enzim biasanya terdapat
dalam sel dengan konsentrasi yang sangat rendah, dimana enzim dapat
meningkatkan laju reaksi tanpa mengubah posisi kesetimbangan artinya baik laju
reaksi maju maupun laju reaksi kebalikannya ditingkatkan dengan kelipatan yang
sama. Kelipatan biasanya di sekitar 103 hingga 1012 (Kuchel dan Ralston, 2006).
Ada beberapa
sifat enzim sebagai biokatalisator yaitu pertama enzim adalah protein, kerja
enzim seperti sifat protein yaitu membutuhkan kondisi lingkungan (suhu, pH,
konsentrasi ion, dan lain-lain) yang sesuai. Lingkungan enzim yang tidak cocok
menyebabkan enzim rusak sehingga tidak mampu bekerja dengan baik. Kedua enzim
bekerja secara spesifik, di dalam sel terdapat ribuan jenis enzim yang fungsi
masing-masing sangat spesifik. Dengan kata lain enzim hanya dapat bekerja untuk
substrat yang cocok (Aryulina, 2006).
Enzim berfungsi
sebagai katalis, katalis mengubah kecepatan reaksi namun tidak mengubah produk
akhir yang dibentuk atau mempengaruhi keseimbangan reaksi. Kemudian enzim hanya
diperlukan dalam jumlah sedikit, sejumlah kecil enzim dapat meningkatkan
kecepatan reaksi secara hebat. Enzim dapat bekerja secara bolak-balik, enzim
tidak mempengaruhi arah reaksi, sehingga dapat bekerja bolak-balik. Enzim dapat
menguraikan senyawa-senyawa lain (Aryulina dkk, 2006).
Menurut Aryulina
dkk (2006), ada beberapa faktor yang mempengaruhi kerja dari enzim yaitu
pertama adalah suhu, pada suhu tinggi kecepatan molekul substrat meningkat.
Sehingga saat bertumbukan dengan enzim, energi molekul substrat berkurang, hal
ini memudahkan terikatnya molekul substrat pada sisi aktif enzim. Aktivitas
enzim meningkat dengan meningkatnya suhu hingga titik tertentu. Berikut grafik
hubungan suhu dan kecepatan reaksi enzim :
Gambar
1. Hubungan Suhu dan Kecepatan Reaksi (Aryulina dkk, 2006).
Seperti terlihat
pada grafik, kecepatan enzim mengkatalis reaksi mencapai suatu puncak pada suhu
tertentu, suhu ini disebut suhu optimum. Di atas suhu optimum, produk yang
dihasilkan menurun. Peningkatan suhu optimum menyebabkan putusnya ikatan
hidrogen dan ikatan lain yan merangkai enzim, sehingga enzim mengalami
denaturasi. Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang
menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substrat (Aryulina dkk,
2006).
Kedua adalah pH,
pH juga mempengaruhi aktivitas enzim. Perubahan kondisi asam dan basa disekitar
molekul enzim mempengaruhi bentuk tiga dimensi enzim dan dapat menyebabkan
denaturasi enzim. Setiap enzim memiliki pH optimum. Ketiga adalah aktivator dan
inhibitor, aktivator merupakan molekul yang mempermudah ikatan antara enzim
dengan substratnya. Contoh aktivator adalah ion klorida yang berperan dalam
aktivitas amilase dalam saliva, sebaliknya inhibitor merupakan suatu molekul
yang menghambat ikatan enzim dengan substratnya (Aryulina dkk, 2006).
Keempat adalah
konsentrasi enzim juga mempengaruhi kecepatan reaksi, semakin besar konsentrasi
enzim semakin cepat pula reaksi yang berlangsung. Jadi konsentrasi enzim
berbanding lurus dengan kecepatan reaksi, bila melebihi batas, peningkatan
konsentrasi enzim sudah tidak akan berpengaruh. Sisi aktif enzim dapat digunakan
berulang kali oleh banyak substrat dan akan membentuk produk. Pelepasan produk
menyebabkan sisi aktif enzim bebas berikatan dengan substrat lain, oleh karena
itu enzim hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk mengkatalisis sejumlah
besar substrat (Aryulina dkk, 2006).
Kelima adalah
konsentrasi substrat, jika jumlah enzim dalam keadaan yang tetap, maka
kecepatan reaksi akan meningkat dengan adanya peningkatan konsentrasi substrat.
Pada sisi aktif enzim saat bekerja, penambahan substrat tidak dapat meningkatkan
kecepatan reaksi enzim. Kondisi ini disebut konsentrasi substrat pada titik
jenuh atau disebut dengan kecepatan reaksi mencapai maksimum.
Enzim dapat
digolongkan menjadi enam golongan utama berdasarkan jenis reaksi yang
dikatalisis. Oksidoreduktase untuk reaksi oksidasi-reduksi dengan donor
hidrogen atau donor elektron merupakan salah satu substratnya. Trans-ferase
untuk transfer gugus kimia. Hidrolase memiliki peran dalam pemutusan ikatan
secara hidrolitik. Liase memiliki peran dalam pemutusan bukan hidrolitik, ataupun
penambahan gugus pada ikatan rangkap dua. Isomerase memiliki peran perubahan
susunan geometris pada suatu molekul. Ligase memiliki peran dalam penggabungan
dua molekul, disertai dengan hidrolisis senyawa yang mem-punyai nilai ΔG besar
untuk hidrolisis (Kuchel dan Ralston, 2006).
Saliva adalah
cairan oral kompleks yang terdiri dari campuran sekresi dari kelenjar ludah
besar dan kecil yang ada pada mukosa oral. Saliva yang terbentuk di rongga
mulut, sekitar sembilan puluh persennya dihasilkan dari kelenjar submkasiler
dan kelenjar parotis, 5 persen oleh kelenjar sublingual, dan 5 persennya
kelenjar ludah kecil. Fungsi saliva adalah membantu pencernaan dan penelanan
makanan, dan diperlukan untuk pengoptimalan fungsi alat pengecap, serta peran
pentingnya adalah untuk mempertahankan integritas gigi, lidah, dan membran
mukosa daerah oral dan orofaring (Kidd dan Joyston-Bechal, 1991).
Komponen-komponen
saliva, yang dalam keadaan larut disekresi oleh kelenjar saliva, dapat
dibedakan atas komponen organik dan anorganik. Namun demikian, kadar tersebut
masih terhitung rendah dibandingkan dengan serum karena pada saliva bahan
utamanya adalah air yaitu sekitar 99.5%. Komponen anorganik saliva antara lain
: sodium, kalsium, kalium, magnesium, bikarbonat,nkhlorida, rodanida dan
thiocynate (CNS), fosfat, potassium dan Nitrat. Sedangkan komponen organik pada
saliva meliputi protein yang berupa enzim amilase, serum albumin, asam urat,
kretinin, musin, vitamin C, beberapa asam amino, lisosim, laktat, dan beberapa
hormon seperti testosteron dan kortisol (Kidd dan Joyston-Bechal, 1991).
Menurut
Gandjar dan Sjamsuridzal (2006), enzim amilase (EC. 3.2.1.1),
pada manusia dapat bekerja pada pH optimum 6,7. Enzim amilase akan
menghidrolisis pati menjadi disakarida, maltosa, dan isomaltosa. Enzim ini
termasuk dalam hidrolase yang mana menghidrolisis rantai pati untuk membentuk
polisakarida pendek yang disebut dextrin. Berikut struktur amilase :
Gambar
2. Stuktur Amilase (Gandjar dan Sjamsuridzal, 2006).
Proses fotosintesis
yang terjadi di kloroplas, membutuhkan pH sekitar 7,8 – 8,2, suhu optimal dari
pertumbuhan tumbuhan adalah kisaran 27-28°C, suhu tersebut merupakan suhu
kloroplas agar dapat berfotosintesis dengan baik.
Kepel
(Stelechocarpus burahol) adalah salah
satu tumbuhan yang asli dari Indonesia. Termasuk salah satu famili Annonaceae,
genus Stelechocarpus dan digolongkan ke dalam golongan Angiospermae. Kepel
memiliki daun berwarna merah, kandungan kimia pada kepel adalah saponin,
flavonoid, alkaloida (terutama di bijinya), dan polifenol (terutama di daun).
Kepel bermanfaat dan berkhasiat sebagai obat radang ginjal, peluruh air seni,
dan meredakan hipertensi (Tisnadjaja dkk, 2006).
Nitrat Reduktase
(NR) (EC. 1.7.99.4) merupakan oksidoreduktase, enzim yang mengkatalis nitrat
menjadi nitrit dan bersifat inducible karena aktivitasnya dapat ditingkatkan
dengan penambahan substrat (Tjitrosoepomo, 1987). Tumbuhan memperoleh nitrogen
dengan cara menyerap nitrat atau ion amonia yang ada dalam tanah, penyerapan
kedua senyawa ion tersebut digunakan untuk membentuk berbagai senyawa nitrogen
misalnya protein. Aktivitas nitrat reduktse dapat ditentukan dengan mengukur
absorbansinya yaitu dengan menggunakan spektrofotometri (Salisbury and Roos,
1995). Reaksi nitrat menjadi amonium :
Uji aktivitas
nitrat reduktase ini menggunakan daun yang telah diinkubasi dan diberi larutan
buffer, dan tempat yang digunakan untuk menaruh bahan adalah tabung gelap,
dengan tujuan untuk menghalangi kerja enzim proses fotosintesis. Penggunaan
tabung gelap (botol film) karena pada daun hijau, nitrat reduktasenya dapat dipercepat
dalam keadaan terang, akan tetapi baik nitrat maupun CO2 dapat
direduksi dalam reaksi gelap fotosintesis. Peran nitrat direduktasi oleh reaksi
gelap dengan bantuan enzim NR hingga NR nitrit saja, jika terkena sinar
matahari, maka nitrat akan tereduksi sampai amonia. Sebagian besar tumbuhan
tingkat tinggi mampu mereduksi nitrat sampai ke tahap ammonia (Salisbury and
Roos, 1995). Menurut Mori (2000), enzim nitrat reduktase memiliki pH optimum 8
dalam jangkauan pH dari 6,5-9.0.
Sulfonamida (SE)
merupakan senyawa yang diproduksi oleh sulfonil klorida, kelompok zat
antibakteri dengan rumus dasar yang sama,yaitu H2N-C2H-SO2NHR, dan R adalah bermacam- macam substituen. Gugus
fungsi sulfonamida
dituliskan -S(=O)2-NH2, sebuah gugus sulfonat yang
berikatan dengan amina.
Naphthylethylene diamide (NED) adalah senyawa golongan reagen ACS, aromatik
amina yang sering digunakan sebagai indikator kuantitatif senyawa nitrit bersama
dengan SA. Rumus kimianya C10H7NHCH2CH2NH2.2HCl
(Dewick, 2006). Berikut gambar struktur SA dan NED :
Gambar
4. Struktur NED (Dewick, 2006).
Larutan buffer
adalah larutan yang bisa mempertahankan pH tertentu. Sifat yang paling menonjol
dari buffer adalahpH buffer hanya berubah sedikit pada penambahan sediki asam
atau basa. Buffer fosfat adalah buffer netral dengan pH sekitar 5,8. Pada
makhluk hidup buffer fosfat biasa ada di dalam sitoplasma. Cairan buffer dalam
tubuh terdiri atas campuran dihidrogen fosfat dan monohidrogen fosfat (Dewick,
2006).
Menurut Kuchel
dan Ralston (2006), ada beberapa uji yang dilakukan dalam percobaan ini yaitu, pertama
uji hidrolisis amilum yang bertujuan untuk mengidentifikasi hasil hidrolisis
dari amilum. Pati memiliki dua fraksi yaitu fraksi terlarut dan tidak larut,
fraksi terlarut adalah amilosa dengan struktur makromolekul linier dengan
iodium memberikan warna biru. Fraksi tidak terlarut adalah amilopektin dengan
struktur bercabang, pewarnaa iodium memberikan warna merah. Pati pada suasana
asam jika dipanaskan akan terhidrolisis sederhana, hasil dari hidrolisis bisa
diuji dengan iodium sehingga menghasilkan warna biru (amilum) hingga warna
kuning (maltosa dan glukosa). Kemudian hasil akhirnya ditegaskan dengan uji
benedict.
Amilumàamilosaàamilopektinàeritrodekstrinàakrodekstrinàmaltosaàglukosa
Uji
benedict bertujuan untuk membuktikan adanya gula reduksi. Gula memiliki gugus
aldehida atau gugus keton bebas yang akan mereduksi ion Cu2+ dalam
suasana alkalis jadi Cu+ mengendap jadi Cu2O umumnya
berwarna merah bata atau warna endapan bergantung pada konsentrasi gula (Bintang, 2010). Uji reduksi nitrat
serta uji pengaruh pH saling berhubungan, uji reduksi nitrat merupakan uji
untuk melihat aktivitas dari enzim nitrat reduktase. Uji pengaruh pH bertujuan
untuk melihat pengaruh pH terhadap nilai ANR enzim nitrat reduktase (Kuchel dan
Ralston, 2006).
III. METODE
A.
Alat
dan Bahan
Alat-alat
yang digunakan adalah tabung reaksi, rak tabung reaksi, propipet, pipet ukur,
gelas beker, timbangan digital, pipet tetes, waterbath, bunsen, korek api, penjepit, spektrofotometer, kuvet,
vortex, timer, drop plate.
Bahan-bahan
yang digunakan adalah larutan amilum 1%, saliva, reagen Iod, larutan NaNO3
5 M, larutan SA 1%, larutan NED 0,2%, reagen Benedict, aquades, buffer fosfat
pH 5, buffer fosfat pH 6, buffer fosfat pH 7, buffer fosfat pH 8, dan buffer
fosfat pH 9.
B.
Cara
Kerja
1. Hidrolisis
Amilum
Larutan
amilum dimasukkan ke dalam empat tabung reaksi sebanyak 10 ml, kemudian
masing-masing tabung reaksi ditambahkan saliva sebanyak 3 ml. Tabung reaksi
pertama diinkubasi pada suhu ruang, tabung reaksi kedua diinkubasi waterbath dengan suhu 35oC.
Lalu tabung reaksi ketiga dan keempat ditambahkan buffer fosfat 3 ml dengan pH
6. Lalu tabung reaksi ketiga diinkubasi ruang dan tabung reaksi keempat
diinkubasi waterbath dengan suhu 35oC.
Keempat tabung reaksi tersebut setiap 1 menit diambil sebanyak satu tetes dan
diteteskan pada drop plate.
Selanjutnya diuji dengan iod hingga warna kuning dan waktu hidrolisis dicatat.Lalu
masing-masing larutan diambil sebanyak lima tetes dan dimasukkan ke dalam
tabung yang sudah diisi 2 ml reagen Benedict. Keempat tabung reaksi dipanaskan
diatas bunsen, lalu hasil yang terjadi dicatat.
2. Pengaruh
suhu dan pH pada enzim nitrat reduktase
Daun
kepel yang telah dipotong-potong dimasukkan ke dalam empat tabung reaksi.
Kemudian tabung pertama dan kedua ditambahkan buffer fosfat pH 6 sebanyak 5 ml
dan tabung reaksi ketiga serta keempat ditambahkan aquades sebanyak 5 ml. Lalu
keempat tabung reaksi ditambahkan larutan NaNO3 5 M sebanyak 0,1 ml.
Selanjutnya tabung reaksi pertama dan ketiga diinkubasi dalam waterbath dengan suhu 35oC
sedangkan tabung reaksi kedua dan keempat diinkubasi suhu ruang. Setiap dua
menit larutan dari keempat tabung reaksi diambil sebanyk tiga tetes dan
diteteskan pada drop plate. Setelah
itu ditambahkan SA dan NED masing-masing sebanyak satu tetes hingga larutan
berubah warna menjadi pink. Waktu reduksi dicatat.
3. Penentuan
pH optimum enzim nitrat reduktase
Daun
kepel yang sudah dipotong-potong dimasukkan ke dalam lima tabung film dan yang
masing-masing beratnya harus 300 mg. Kemudian tabung film pertama ditambahkan
buffer fosfat pH 5 sebanyak 5 ml, tabung film kedua ditambahkan buffer fosfat
pH 6 sebanyak 5 ml, tabung film ketiga ditambahkan buffer fosfat pH 7 sebanyak
5 ml, tabung film keempat ditambahkan buffer fosfat pH 8 sebanyak 5 ml, dan
tabung film kelima ditambahkan buffer fosfat pH 9 sebanyak 5 ml. Lalu kelima
tabung film tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 15 menit, setelah itu
larutan buffer pada setiap tabung film diganti sesuai dengan pH-nya
masing-masing dan ditambahkan larutan NaNO3 5M sebanyak 0,1 ml.
Setelah itu larutan digojog dan didiamkan selama 30 menit. Larutan diambil
sebanyak 0,4 ml masing-masing ditambahkan SA sebanyak 0,3 ml, NED sebanyak 0,3
ml, dan aquades sebanyak 6 ml. Larutan divortex lalu diukur OD-nya menggunakan spektrofotometri
dengan panjang gelombang 540 nm. Absorbansinya dicatat dan ANR masing-masing
larutan dihitung menggunakan rumus. Grafik ANR dibuat.
Keterangan :
T = 0,5 jam
W = berat sampel 0,3 g
Absorbansi standar = 0,0142/nanomol
Vm = 5
Va = 0,4
IV.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Ada tiga uji
yang dilakukan dalam percobaan ini, uji yang pertama adalah uji pengaruh pH dan
suhu terhadap kemampuan hidrolisis amilum oleh enzim amilase. Berikut hasil uji
tersebut :
Tabel
1. Hasil Uji Pengaruh pH dan Suhu terhadap Kemampuan Hidrolisis Amilum oleh
Enzim Amilase
Tabung
|
Perlakuan
|
Waktu
|
Warna akhir uji Iod
|
Warna akhir uji Benedict
|
1
|
Saliva (waterbath)
|
1 menit
|
Kuning
|
Biru (endapan hijau)
|
2
|
Saliva (suhu ruang)
|
1 menit
|
Kuning
|
Biru
|
3
|
Saliva+buffer fosfat
pH 6 (waterbath)
|
1 menit
|
Kuning
|
Hijau telek (endapan
kuning)
|
4
|
Saliva+buffer fosfat pH 6 (suhu ruang)
|
1 menit
|
Kuning
|
Hijau telek (endapan kuning)
|
Uji hidrolisis
amilum bertujuan untuk mengidentifikasi hasil hidrolisis amilum. Pati memiliki
dua fraksi yaitu fraksi terlarut dan tidak larut, fraksi terlarut adalah
amilosa dengan struktur makromolekul linier dengan iodium memberikan warna
biru. Fraksi tidak terlarut adalah amilopektin dengan struktur bercabang,
pewarnaa iodium memberikan warna merah. Pati pada suasana asam jika dipanaskan
akan terhidrolisis sederhana, hasil dari hidrolisis bisa diuji dengan iodium
sehingga menghasilkan warna biru (amilum) hingga warna kuning (maltosa dan
glukosa).
Pada percobaan
ini larutan amilum dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan saliva, dimana amilum berperan sebagai komponen yang akan diurikan dan saliva berfungsi sebagai sumber enzim amilase untung menguraikan amilum. Seelah itu, tabung ketiga dan keempat
ditambahkan buffer fosfat pH 6 dengan tujuan untuk mengkondisikan enzim dalam
pH terdekat saat bekerja di dalam sel serta untuk melihat aktivitas enzim. Lalu
tabung pertama dan keempat diinkubasi suhu ruang sedangkan tabung kedua dan
ketiga diinkibasi dalam waterbath.
Tujuan dari inkubasi suhu ruang adalah untuk melihat kerja enzim pada suhu 29oC
sedangkan inkubasi waterbath untuk
melihat kerja enzim pada suhu 35oC.
Menurut teori, suhu tubuh manusia
yang normal adalah 37oC, suhu tubuh normal pendek adalah 36-37oC
hal ini berarti suhu internal mulut juga sekitar itu dan pH internal mulut
sekitar 6,7-7. Jadi enzim amilase seharusnya bisa bekerja lebih cepat dalam waterbath dikarenakan suhu waterbath adalah 35oC hampir
mendekati suhu tubuh manusia. Penambahan buffer fosfat pH 6 juga mempengaruhi
kecepatan kerja enzim karena buffer fosfat pH 6 mendekati pH internal mulut
sehingga enzim amilase akan bekerja lebih cepat. Pada suhu ruang yang
dipengaruhi oleh air conditioner suhunya menjadi sekitar 20oC, suhu
tersebut sedikit jauh dari suhu normal tubuh sehingga enzim amilase bekerja
lebih lambat. Oleh karena itu secara teori seharusnya perlakuan untuk inkubasi
dan ditambahkan buffer fosfat kerjanya lebih cepat.
Dari tabel satu
dapat dilihat bahwa untuk saliva diinkubasi dalam waterbath serta saliva diinkubasi dalam suhu ruang waktu yang
diperoleh adalah 1 menit. Untuk saliva+buffer fosfat pH 6 diinkubasi dalam waterbath serta saliva+buffer fosfat pH
6 diinkubasi dalam suhu ruang waktu yang diperoleh juga 1 menit. Hal ini
dikarenakan praktikan kurang teliti dalam mengamati waktu atau bisa juga
dikarenakan pH pada saliva. Kondisi mulut dapat mempengaruhi pH pada
saliva,contohnya setelah makan atau kebersihan mulut ataupun mungkin ada
penyakit. Sehingga pH saliva mendekati 6 dan waktu hidrolisis keduanya menjadi
sama, dikarenakan waktu yang sama untuk empat perlakuan maka untuk mengecek
dilakukan uji benedict.
Kemudian
dilanjutkan dengan uji iod, uji iod bertujuan untuk melihat kandungan maltosa
pada larutan. Dari tabel satu dapat dilihat bahwa hasil uji iod untuk semua
perlakuan hasilnya adalah kuning seharusnya tabung reaksi ketiga memiliki
kandungan maltosa terbanyak, maka untuk menguji kebenarannya dilakukan uji
benedict. Uji benedict bertujuan untuk membuktikan adanya gula reduksi. Gula
memiliki gugus aldehida atau gugus keton bebas yang akan mereduksi ion Cu2+
dalam suasana alkalis jadi Cu+ mengendap jadi Cu2O
umumnya berwarna merah bata atau warna endapan bergantung pada konsentrasi gula
.
Menurut Bintang
(2010), hidrolisis dikatakan sudah sempurna jika amilum sudah terhidrolisis
dengan sempurna menjadi maltosa, larutan akan berubah warna menjadi hijau
kebiruan dan terbentuk endapan. Namun jika amilum belum terhidrolisis semua
maka saat di uji benedict, hanya akan terbentuk sedikit endapan dikarenakan
larutan masih dalam bentuk amilum dan hanya ada sedikit maltosa yang mampu
mereduksi reagen benedict. Pada maltosa terdapat gugus hemiasetal dan gugus
aldosa bebas sehingga bisa mereduksi reagen benedict.
Hasil dari uji
benedict untuk tabung pertama adalah larutan berwarna biru dan ada endapan
berwarna hijau, tabung kedua larutan berwarna biru, dan untuk tabung ketiga
serta keempat larutan berwarna hijau telek dengan endapan berwarna kuning. Dari
keempat tabung reaksi hanya tabung reaksi kedua yang tidak mengalami
hidrolisis. Hal ini bisa dikarenakan pemanasan di atas bunsen hanya sebentar
sehingga amilum belum bereaksi untuk terhidrolisis menjadi maltosa. Bisa juga
dikarenakan praktikan lupa meneteskan reagen benedict sehingga maltosa tidak
dapat mereduksi reagen benedict.
Tabel
2. Hasil Uji Pengaruh pH dan Suhu terhadap Kemampuan Reduksi Nitrat oleh Enzim
Nitrat Reduktase
Tabung
|
Perlakuan
|
Waktu
|
Warna Akhir
|
1
|
Daun kepel+buffer
fosfat pH 6 (waterbath)
|
20 menit
|
Kuning
|
2
|
Daun kepel+buffer
fosfat pH 6 (suhu ruang)
|
20 menit
|
Kuning
|
3
|
Daun kepel+aquades
(waterbath)
|
4 menit
|
Pink pekat
|
4
|
Daun kepel+aquades (suhu ruang)
|
4 menit
|
Pink muda
|
Tabel
3. Hasil Uji Penentuan pH Optimum Enzim Nitrat Reduktase
Tabung
|
pH
|
OD (Optical Density)
|
1
|
5
|
0,005
Å
|
2
|
6
|
0,009
Å
|
3
|
7
|
0,013
Å
|
4
|
8
|
0,097
Å
|
5
|
9
|
0,054
Å
|
DAFTAR PUSTAKA
Aryulina,
D., Muslim, C., Manaf, S., dan Winarni, E. 2006. Biologi Jilid Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Bintang, M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga, Jakarta.
Dewick,
P. M. 2006. Essential of Organic
Chemistry.John Wiley and Sons. West Sussex.
Gandjar,
I. dan Sjamsuridzal, W. 2006. Mikologi:
Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Kidd, E.
A. M. dan Joyston-Bechal, S. 1991. Dasar-dasar
Karies: Penyakit dan Penanggulangannya. EGC. Jakarta.
Kuchel, P. dan Ralston, B. G. 2006. Biokimia.
Erlangga. Jakarta.
Mori, H. 2000. Direct
Determination of Nitrate Using Nitrate Reductase in a Flow System. Kyoritsu
College of Pharmacy. Tokyo. 46:385.
Salisbury, J.W. dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. ITB. Bandung.
Sumardjo,
D. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program
Strata 1 Fakultas Bioeksakta. EGC. Jakarta.
Tisnadjaja,
D., Saliman, E., Simanjuntak, P., dan Silvia. 2006. Pengkajian Burahol
(Stelechocarpus burahol Hook dan Thomson) sebagai Buah yang Memiliki Kandungan
Senyawa Antioksidan. LIPI. Bogor. 07:199-200.
Tjitrosoepomo,
G. 1987. Morfologi Tumbuhan. Gadjah
Mada University Press.
Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar