Care to Kasuari (Makalah)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
           Keberadaan satwa burung di Indonesia semakin hari semakin menurun. Hal ini terjadi karena adanya perburuan liar sehubungan dengan meningkatnya permintaan pasar. Selain itu, penurunan kualitas habitat sebagai akibat dari aktivitas manusia, lemahnya pengamanan, pengawasan, penerapan sanksi hukum, serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang konservasi, juga turut mengakibatkan penurunan populasi burung di alam. Walaupun telah berstatus dilindungi (termasuk oleh pemerintah daerah di mana habitat dan jenis burung berada), namun perburuan liar masih tetap berjalan hingga saat ini. Banyak jenis burung di Indonesia (termasuk dari biogeografi Sumatera) yang memiliki nilai komersial yang cukup tinggi. Sebagian di antaranya juga termasuk burung-burung endemik (hanya hidup di daerah setempat), atau dapat pula burung daerah sebaran terbatas, sehingga gangguan kelestariannya dapat menyebabkan kelangkaan. Potensi keindahan morfologis, keunikan tingkah laku dan kemerduan suara, merupakan daya tarik burung yang menyebabkan perburuannya sering dilakukan terutama untuk kesenangan (hobiis). Selain itu, di beberapa daerah, satwa burung banyak pula yang diburu untuk dijadikan sebagai makanan (sumber protein hewani). 
     Dengan demikian, keberadaan satwa burung tersebut semakin hari semakin berkurang populasinya, bahkan dikhawatirkan berkurang pula ragam jenisnya. Oleh karena itu, guna menjaga eksistensi sekaligus memulihkan populasi burung di Indonesia, perlu dilakukan kegiatan konservasi. Konservasi burung dapat dilakukan secara in-situ (di dalam habitat alaminya); seperti melalui perlindungan jenis, pembinaan habitat dan populasi; dan secara ex-situ (di luar habitat alaminya), salah satu diantaranya melalui penangkaran. Kegiatan penangkaran burung tidak hanya sekedar untuk kegiatan konservasi jenis dan peningkatan populasi, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk pendidikan, penelitian dan pengembangan wisata. Hasil penangkaran dapat dilepas-liarkan ke habitat alam (sesuai dengan syarat-syarat dan peraturan yang berlaku), serta sebagian dapat dimanfaatkan untuk tujuan komersial, terutama mulai dari hasil keturunan ke dua (F2) 
          Kasuari adalah salah satu dari dua genus burung di dalam suku Casuariidae genus ini terdiri dari tiga spesies kasuari yang berukuran sangat besar dan tidak dapat terbang. Daerah sebaran ketiga spesies ini adalah di hutan tropis dan pegunungan di pulau papua. Kasuari gelambir ganda adalah satu–satunya  spesies burung kasuari yang terdapat di Australia. Kasuari merupakan burung terrestrial berukuran tubuh besar berat mencapai 60 – 85 kg dengan tinggi badan hingga 1,6 m. Kasuari dilengkapi tanduk di atas kepalanya yang disebut ketopong atau casque yang merupakan penandukan dari tempurung kepalanya. Ketopong ini mungkin digunakan untuk menerobos vegetasi rimbun atau menggali serasah dedaunan guna mencari makanan selain tanduk di kepalanya kasuari mempunyai kaki yang sangat kuat dan berkuku tajam. Burung kasuari betina biasanya berukuran lebih besar dan berwarna lebih terang daripada jantan.

B. Tujuan
1. Mengetahui status konservasi burung kasuari (Casuarius casuarius) di Indonesia
2. Mengkaji cara yang tepat dalam melakukan konservasi burung kasuari (Casuarius casuarius) di          Indonesia





II. PEMBAHASAN

           Kasuari merupakan  penghuni hutan hujan soliter dan tidak berpindah-pindah, kadang-kadang menggunakan hutan padang rumput, hutan mangrove dan perkebunan buah yang berdekatan. Makanannya sebagian besar terdiri dari buah yang jatuh, meski cukup membeda-bedakan. Jarak antara 0 m dan paling sedikit 500 m di Papua Nugini, dan telah tercatat sampai 1.400 m di Australia. Spesies ini diduga menurun secara cepat secara keseluruhan, berdasarkan keyakinan bahwa ia telah mengalami penurunan yang cepat di Australia selama tiga generasi terakhir. Dengan demikian, jumlah spesies setara dengan 6.667-13.333 individu dewasa, dibulatkan ke sini sampai 6.000-15.000 individu dewasa. Menurut IUCN Redlist, pada tahun 2016 burung kasuari tercatat dalam satwa burung dengan status konservasi Vulnerable atau RENTAN dan termasuk dalam tiga kategori status hewan mahkluk hidup yang perlu dilindungi sedari dini karena jumlah populasinya yang semakin menurun.
             Kegiatan penangkaran burung didasarkan kepada Peraturan Pemerintah (PP) No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa, serta PP No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Kegiatan penangkaran dan koleksi sebagaimana diatur dalam PP 8 Tahun 1999 merupakan bagian dari upaya pemanfaatan jenis flora-fauna liar dengan tujuan agar dapat didayagunakan secara lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemanfaatan jenis flora-fauna liar dilakukan dengan mengendalikan pendayagunaan jenis flora-fauna atau bagian-bagiannya serta hasil daripadanya dengan tetap menjaga keanekaragaman jenis dan keseimbangan ekosistem. Selanjutnya, kegiatan penangkaran burung dapat dilakukan di setiap daerah dengan memperhatikan kondisi populasi, habitat, dan tingkat ancaman kepunahannya. Kegiatan penangkaran burung sekaligus koleksinya juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam pembangunan konservasi sumber daya alam. 
           Hal ini merupakan implikasi dari berlakunya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, di mana sebelumnya berdasarkan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom dan Undang Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang lama, kewenangan konservasi sumber daya alam masih menjadi otoritas Pemerintah Pusat. Undang Undang No. 32 Tahun 2004 mengisyaratkan bahwa perijinan dan pemanfaatan sumber daya alam dilakukan bersama-sama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999, kegiatan koleksi dan penangkaran burung di daerah merupakan bagian dari pengelolaan di luar habitat (ex situ) dengan maksud untuk menyelamatkan sumber daya genetik dan populasi jenis satwa burung. Kegiatan tersebut meliputi pula pemeliharaan, perkembang-biakan, serta penelitian dan pengembangannya.
           Di Australia, secara historis terancam oleh hilangnya habitat dan fragmentasi. Di Indonesia dan Papua Nugini, spesies ini banyak diburu, ditangkap dan diperdagangkan dekat dengan daerah berpenduduk, memiliki kepentingan budaya tinggi, dan merupakan sumber makanan utama bagi masyarakat subsisten (Coates 1985, Beehler et al., 1986, KD Bishop in litt 1999). Perburuan dan perdagangan ini tidak berkelanjutan di banyak daerah dan telah menyebabkan pemusnahan dari beberapa lokasi, karena spesies tersebut diperdagangkan di tingkat sub-nasional untuk memasok pasar di daerah yang lebih padat penduduknya (Johnson et al., 2004). Meningkatnya populasi manusia dan penyebaran senapan yang digunakan untuk perburuan perburuan perburuan pada spesies. Namun, meskipun burung tampak lebih umum di daerah yang tidak berpenghuni (Beehler et al 1994, Burrows 1995), mereka tampaknya dapat bertahan di beberapa daerah perburuan (Beehler 1985), mungkin di tempat teknik berburu tradisional mendominasi. Penebangan kayu mengancam area habitat yang cukup besar di New Guinea, dengan dampak yang tidak diketahui namun berpotensi signifikan pada spesies tersebut, dan pembebasan untuk perkebunan kelapa sawit merupakan ancaman yang signifikan namun tidak pasti. Siklon dianggap sebagai ancaman bagi spesies di Australia, dengan siklon sangat mempengaruhi habitat Kasuari pada tahun 2006 dan 2011. Pada tahun 2006, Topan Larry melanda Queensland, mempengaruhi produksi buah di hutan hujan tropis dan menyebabkan kematian beberapa kasuari, baik secara langsung maupun sebagai hasil kelaparan dan paparan ancaman lainnya setelah topan. Selain itu, setelah angin topan, beberapa individu dapat berkelana melampaui fragmen hutan dan mungkin telah mengalami kematian yang lebih tinggi melalui benturan dengan kendaraan bermotor atau serangan anjing (L. A. Moore & N. J. Moore unpub. data ke Bellingham 2008). Peningkatan kerentanan terhadap penyakit (misalnya tuberkulosis) setelah kejadian semacam itu dapat menjadi ancaman bagi spesies (Cooper 2008), meskipun hal ini belum dikonfirmasi. Perubahan iklim bisa meningkatkan keparahan siklon di masa depan. Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa siklon besar pun memiliki efek yang parah hanya pada sebagian kecil habitat kasuari.
       Tindakan Konservasi yang sedang berlangsung yaitu rencana pemulihan untuk spesies di Australia diterbitkan pada tahun 2002 (Queensland Parks and Wildlife Service 2002) dan diperbarui pada tahun 2007 (Latch 2007). Di Australia, program ditujukan untuk pendidikan masyarakat, pengelolaan habitat terlokalisir, perlindungan dan revegetasi, rencana pengelolaan untuk populasi dan individu berisiko tinggi, survei, metode survei dan translokasi, dan penggunaan habitat. Stasiun makan sementara telah dipasang di daerah yang rusak setelah angin topan di Australia. Sebagian besar habitat yang tersisa berada di dalam kawasan lindung (Westcott 1999, D. Westcott pada tahun 1999, Garnett et al 2011). Survei berbasis desa telah dilakukan di Papua Nugini yang menyelidiki keberlanjutan penangkapan dan perdagangan satwa liar (Johnson et al., 2004).
           Tindakan konservasi yang diusulkan dan direncanakan yaitu mengkuantifikasi hilangnya hutan di New Guinea, Papua, Maluku, dan wilayah sekitar yang terindikasi terdapat spesies kasuari. Kepadatan populasi, ukuran dan tren demografi sepanjang rentangnya diukur dan ditentukan. Kemudian dipantau populasi di kawasan lindung, mengukur efek berburu dan penebangan, diberikan pembatasan perburuan berbasis masyarakat dan mencegah pembukaan habitat serta dilakukan kontrol habitat yang ada agar memadai untuk reproduksi dan perkembangbiakkan burung kasuari.. Meminimalkan kematian kasuari dan serangan anjing, dan menilai dampak babi. Lakukan area kontrol anjing dan babi pada populasi padat (Garnett et al 2011). Selidiki kelayakan dan manfaatnya dan, jika perlu, lakukan rencana translokasi sebagai bagian penyelamatan, rehabilitasi dan pelepasan. Mengidentifikasi kawasan dan koridor untuk melindungi, memulihkan, mengelola, mengembangkan dan menerapkan Rencana Daerah Oir Kasuarial sebagai bagian dari perencanaan daerah.


III. PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Burung kasuari merupakan salah satu burung dengan status konservasi Vurnerable atau rentan dengan jumlah 6000 sampai dengan 13000.
2. Cara untuk melakukan konservasi terhadap burung kasuari yaitu dengan pengontrolan habitat secara berkala baik dalam aspek makanan, maupun tempat hidup, pembatasan wilayah lindung dengan pemukiman masyarakat agar dilakukan pengendalian perburuan dan penebangan maupun pembukaan lahan.

B.Saran
      Masyarakat diharapkan dengan membaca tulisan ini dapat menyadari betapa kritisnya kondisi satwa akhir - akhir ini, dan diharapkan pula agar turut berpartisipasi meskipun hanyal dalam hal kecil seperti turut memberikan suara agar habitat mahkluk tetap dijaga.



Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kasuari
                http://www.iucnredlist.org/details/22678108/0



























Komentar

Postingan Populer